Dua landasan hukum ini bisa membuat STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) pemilik motor atau mobil dihapus dari daftar regident (registrasi dan identifikasi) ranmor (kendaraan bermotor), jika tidak melakukan registrasi ulang dalam kurun 2 tahun sejak habisnya masa berlaku STNK.
Kebijakan ini pun menimbulkan banyak tanggapan, salah satunya seperti yang diungkapkan Dedi Saeful Anwar. Mahasiswa Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini sangat setuju dengan kebijakan penghapusan regident ranmor jika STNK mati selama 2 tahun.
Namun menurut Dedi, sebaiknya pemerintah tidak hanya fokus pada penertiban peraturan pajak STNK 5 tahunan saja, melainkan juga terhadap pajak STNK tahunan.
"Untuk pajak STNK tahunan juga perlu diperhatikan. Bagaimana caranya supaya pemilik motor dimudahkan dalam membayar kewajiban tersebut," terang Dedi.
Menurut Dedi, sistem Samsat (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) Online yang ada saat ini bisa dikembangkan lagi lebih jauh.
"Kalau sekarang kan bayar pajak tahunan di Samsat online hanya bisa dilakukan asal satu wilayah Polda. Nah, kalau bisa ini dikembangkan lagi, supaya para pemilik motor yang memiliki pelat nomor luar daerah bisa membayar pajak tahunan di kantor Samsat mana saja," lanjut pria yang punya hobi touring ini.
Dedi mencontohkan pengalamannya saat membayar pajak tahunan.
"Pelat nomor motor saya kan Indramayu. Bisa datang ke Samsat mana saja untuk bayar pajak tahunan asal masih dalam satu kawasan Polda Jawa Barat. Tapi saya nggak bisa bayar pajak ke Samsat Bekasi atau Depok, karena keduanya ikut Polda Metro Jaya. Mau tidak mau saya harus ke Karawang atau Bogor untuk bayar pajak tahunan. Sementara saya sendiri tinggal di Jakarta, jadi cukup menyulitkan sih," pungkas Dedi. (lua/ddn)