Mitsubishi Fuso Minta Kendaraan Niaga Dikecualikan dari Pajak Emisi

Mitsubishi Fuso Minta Kendaraan Niaga Dikecualikan dari Pajak Emisi

Ruly Kurniawan - detikOto
Minggu, 10 Jun 2018 12:11 WIB
Foto: Mitsubishi
Jakarta - Untuk mewujudkan kendaraan ramah lingkungan, pemerintah tengah menyusun skema baru bagi pajak kendaraan bermotor. Yang sebelumnya pajak penjualan atas barang mewah kendaraan bermotor sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 41/2013 ditentukan oleh kapasitas mesin, ukuran kendaraan dan penggerak skema pajaknya berubah menjadi menggunakan variabel baru yaitu tingkat emisi gas buang atau CO2 yang dihasilkan oleh kendaraan atau gram per kilometer.

Dalam keputusan itu juga disebutkan bahwa jenis angkutan penumpang kurang dari 10 penumpang berkapasitas kurang dari 1.200 hingga lebih 3.000 cc dengan kadar emisi kurang dari 150 gr/km dikenakan pajak sebesar 15 persen. Kendaraan komersil pun mendapatkan prilaku yang serupa.

Menanggapi hal ini, pemain terbesar kendaraan niaga PT Krama Yudha Tiga Berlian Motors selaku distributor Mitsubishi Fuso di Indonesia berharap mendapat pengecualian dari pemerintah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Direktur Sales and Marketing PT Krama Yudha Tiga Berlian Motors Duljatmono memaparkan memang skema pajak yang masih didiskusikan tersebut baik untuk lingkungan. Tetapi untuk kendaraan niaga khususnya Fuso ia berharap agar mendapat pengecualian.



"Kan belum diputuskan, jadi masih tergantung diskusinya bahwa kita terkena pengaruh atau tidak. Tapi untuk Fuso ya pemerintah pertimbangkan lah karena kan ini (Mitsubishi Fuso) membantu pembangunan dalam negeri. Itu arah dari mobil niaga. Jadi harus mendapat semacam perbedaan, karena mobil seperti ini gunanya untuk mendorong pembangunan," harap Duljatmono.



"Sehingga kalau bisa sih tidak ada perubahan skema pajaknya untuk kendaraan niaga," lanjutnya.

Namun semisal Mitsubishi Fuso terkena dampaknya, adakah kenaikan harga pada produk yang dijual di Indonesia?

"Tergantung. Harga itu bergantung pada pasar. Pasarnya terima atau tidak. Kita tidak sembarangan naik. Tapi kalau seperti sekarang (kenaikan dollar terhadap rupiah) itu berpengaruh terhadap biaya produksi sehingga otomatis kita ada penyesuaian. Tapi kalau penyebab yang lain kita harus lihat pasar terima atau tidak," tutup Duljatmono. (ruk/ddn)

Hide Ads