Di masa New Normal berbagai angkutan alternatif diharapkan bisa dihadirkan pemerintah agar masyarakat bisa beraktivitas tanpa hanya mengandalkan ojek online (ojol). Setidaknya hal tersebut yang disarankan pengamat otomotif Djoko Setjiwarno kepada pemerintah.
Djoko menilai agar masyarakat bisa lebih nyaman tanpa harus was-was dalam beraktivitas angkutan umum alternatif sangat dibutuhkan, sehingga akan semakin banyak pilihan angkutan umum bagi masyarakat untuk beraktivitas. Sebagai contoh bajaj, menurut Djoko bajaj sangat memungkinkan mengganti peran ojol dan paling mudah untuk dipasang sekat pemisah secara permanen, sehingga masing-masing penumpang dapat merasa terjaga kesehatannya.
"Untuk ojek yang walaupun secara hukum tidak diakui sebagai jenis angkutan umum, menjadi tertutup kesempatannya untuk mengangkut penumpang karena dinilai tidak memungkinkan menerapkan jaga jarak social antara pengemudi dan penumpangnya," tulis Djoko.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Berdasarkan kenyataan tersebut, kini saatnya bagi Pemerintah untuk menata atau merancang kembali 'angkutan alternatif' yang bisa untuk menggantikan peran ojek, dalam hal mana moda angkutan tersebut mampu menyediakan ruang/jarak antara pengemudi dan penumpangnya," Djoko menambahkan.
Djoko juga mengatakan untuk bisa menerapkan angkutan alternatif sebenarnya tidaklah sulit. Karena pada saat ini kendaraan tersebut sudah eksis di beberapa kota di Indonesia. Meski Bajaj sendiri memiliki kelemahan.
![]() |
"Kelemahan operasional bajaj (di Jakarta) saat ini adalah jumlah armada masih terbatas tidak sebanyak jumlah sepeda motor, dan adanya pembatasan wilayah operasi tidak seleluasa pergerakan ojek. Sedangkan keunggulan bajaj, kendaraan roda tiga ini mampu mengangkut penumpang sekaligus barang, memiliki rumah-rumah yang menjadikan pengemudi dan penumpang terlindung dari cuaca panas maupun hujan, sehingga bajaj dapat disebut juga sebagai moda angkutan alternatif yang lebih manusiawi," kata Djoko.
"Guna lebih mempopulerkan bajaj, pemerintah dapat menghilangkan pembatasan wilayah operasi, sehingga menjadi leluasa layaknya sepeda motor. Pada setiap kendaraan bajaj, setelah dipasangi sekat permanen, dapat pula diwajibkan dipasangi meteran penghitung ongkos (argometer), metode pembayaran non tunai, bahkan dapat pula diterapkan system pemesanan secara daring," saran Djoko untuk lebih mempopulerkan Bajaj di Jakarta.
Untuk itu, lanjut Djoko. Pemerintah perlu merangkul Organda untuk bisa lebih mempopulerkan bajaj sebagai angkutan alternatif.
"Hal tersebut tidaklah sulit untuk diterapkan, Pemerintah bisa merangkul perusahaan penyedia/produsen kendaraan, organisasi angkutan darat (ORGANDA), kalangan perbankan, sekaligus perusahaan penyedia aplikasi sistem pemesanan daring. Kendaraan roda tiga sebagai angkutan umum yang dilengkapi dengan alat meteran penghitung ongkos tersebut pernah penulis saksikan dan mencobanya di Colombo, Ibukota Sri Lanka, bahkan di Negara tersebut kendaraan roda tiga disebut juga sebagai taxi," ujar Djoko.
(lth/rgr)
Komentar Terbanyak
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah
Kenapa Sih STNK Tak Berlaku Selamanya dan Harus Diperpanjang?