Banyak Kota Batasi Kendaraan dan Beralih ke Sepeda saat New Normal, Indonesia Bagaimana?

Banyak Kota Batasi Kendaraan dan Beralih ke Sepeda saat New Normal, Indonesia Bagaimana?

Rangga Rahadiansyah - detikOto
Jumat, 29 Mei 2020 11:15 WIB
Di tengah wabah Corona, Berlin, Jerman, dengan cepat memperbaiki jalan-jalannya. Mereka menambah jalur sepeda.
Jalur sepeda di Berlin (Getty Images/Maja Hitij)
Jakarta -

Saat new normal, transportasi umum dibatasi agar penumpangnya tak menumpuk. Di beberapa kota di dunia mengalihkannyya ke perjalanan menggunakan sepeda.

Dunia akan menghadapi new normal dengan mewabahnya virus Corona (COVID-19). Transportasi umum pun harus menerapkan protokol kesehatan. Salah satunya adalah pembatasan kapasitas sehingga penumpang tidak berdesak-desakan.

Menurut pengamat transportasi yang juga Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, di era kenormalan baru, banyak kota di mancanegara yang mengurangi kapasitas transportasi umum. Mereka mengalihkannya ke perjalanan menggunakan sepeda.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Untuk perjalanan jarak pendek, moda sepeda dan berjalan kaki benar-benar dikembangkan sedemikian rupa (aman, nyaman dan selamat), supaya tidak beralih ke penggunaan kendaraan pribadi secara berlebihan," kata Djoko dalam pernyataan tertulisnya yang diterima detikOto, Jumat (29/5/2020).

Menurutnya, bersepeda menjadi pilihan karena selain menghindari kerumunan dalam ruang tertutup (di dalam armada transportasi umum), dan menghindari antre, bersepeda juga membuat kesehatan tubuh terjaga.

ADVERTISEMENT

"Jalan-jalan umum perlu dibuat jalur bersepeda, supaya masyarakat bisa bersepeda secara aman. Peraturan baru terkait keamanan bersepeda perlu dibuat. Manfaat lain bersepeda dapat mengurangi polusi udara. Juga akan mempengaruhi pertumbuhan bisnis atau usaha terkait dengan bersepeda, seperti jasa penitipan parkir sepeda, jual beli sepeda dan spare partnya, jual beli pakaian dan peralatan keamanan untuk bersepeda, usaha bengkel atau reparasi sepeda," sebutnya.

Djoko melanjurkan, di Indonesia baru Jakarta yang berkomitmen membangun jalur sepeda sepanjang 63 kilometer dengan target 545 km.

"Lantas, bagaimana dengan kota lainnya yang sudah punya jalur sepeda, namun asal ada? Tidak ada kejelasan target pencapaian. Hanya sekadar memenuhi janji kampanye, setelah terpilih bikin jalur sepeda, tetapi tidak diikuti membiasakan warganya bersepeda untuk aktivitas kesehariannya," katanya.

Memang, mengembangkan jalur sepeda di Indonesia tidak mudah. Selain alasan cuaca, kontur jalan naik-turun di sebagian wilayah juga berpengaruh. Apalagi, saat ini masyarakat Indonesia sudah terbiasa menggunakan sepeda motor.

"Perjalanan jarak pendek, menengah atau panjang bagi masyarakat kelas menengah ke bawah, sepeda motor yang digunakan. Sepeda motor di Indonesia diciptakan tidak untuk perjalan jarak sedang atau menengah, namun untuk perjalanan jarak jauh. Buktinya, masa mudik Lebaran yang dulunya banyak menggunakan bus, sekarang beralih menggunakan sepeda motor," ujarnya.

"Budaya berjalan kaki apalagi bersepeda sudah menghilang. Ditambah lagi tidak tersedia fasilitas pendukung yang memadai (aman, nyaman, dan selamat). Padahal, sebelum ada kemudahan mendapatkan sepeda motor, masyarakat Indonesia sudah terbiasa bersepeda atau berjalan kaki," lanjutnya.

Djoko menyarankan, di kenormalan baru kelengkapan penunjang jalur sepeda dan fasilitas pejalan kaki perlu dibangun untuk perjalanan jarak pendek. Itu menjadi upaya memenuhi pengurangan kapasitas transportasi umum.

"Berjalan kaki, bersepeda dan menggunakan transportasi umum bukan untuk warga kelas bawah. Namun untuk semua warga Indonesia untuk bertransportasi yang sehat," tutupnya.




(rgr/din)

Hide Ads