Kritik Aturan Ojol Angkut Penumpang, Organda: Ini Bukan Soal Bisnis!

Kritik Aturan Ojol Angkut Penumpang, Organda: Ini Bukan Soal Bisnis!

Rangga Rahadiansyah - detikOto
Senin, 13 Apr 2020 11:20 WIB
Tarif baru batas bawah dan batas atas ojek online telah berlaku sejak Senin (2/9/2019). Tarif diatur berdasarkan zonasi.
Aturan ojek online boleh mengangkut penumpang bikin bingung. Foto: Grandyos Zafna
Jakarta -

Kementerian Perhubungan mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Permenhub yang ditandatangani Menteri Perhubungan Ad Interim Luhut Binsar Pandjaitan itu menuai kontroversi. Terutama soal aturan berkendara sepeda motor untuk ojek online (ojol) yang membolehkan mengangkut penumpang. Padahal, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19 menyatakan, ojek online hanya boleh beroperasi mengangkut barang, bukan orang.

Ketua Organisasi angkutan darat (Organda) DKI Jakarta Shafruhan Sinungan, mengkritik aturan yang membolehkan ojek online mengangkut penumpang di tengah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Menurutnya, membolehkan ojek online mengangkut penumpang tidak sejalan dengan upaya untuk memutus penyebaran virus Corona.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sementara penyebaran virus itu kan akibat dampak dari interaksi manusia. Jarak ojol itu kira-kira dengan penumpangnya nggak ada batas kan? Kan udah nggak masuk akal. Makanya saya juga heran dengan kebijakan Pak Luhut ini," ujar Shafruhan kepada detikOto melalui sambungan telepon, Senin (13/4/2020).

"Sementara Presiden sudah keluarkan PP No. 21 (Peraturan Pemerintah No. 21 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019) mengenai kewenangan yang diberikan kepada Menteri Kesehatan, itu kan sudah jelas bahwa Menkes diberi kewenangan, semua yang berkaitan dengan mobilitas masyarakat (diatur oleh Menkes), karena ini menyangkut kesehatan masyarakat dan menyangkut nyawa manusia. Kok bisa-bisa keluar Permenhub ini? Ini kan aneh, ini kan jadi rakyat kita melihat ada apa dengan pemerintah kita? Kita rakyat bingung," sebutnya.

ADVERTISEMENT

Jika tetap dibolehkan mengangkut penumpang, Shafruhan menilai driver ojek online akan berisiko. Apalagi, saat ini ada juga pengidap virus Corona tanpa gejala yang tidak diketahui banyak orang bahwa ia positif COVID-19.

"Ini ojol juga jadi serba salah. Bagaimana kalau ada pengemudi ojol yang terkena (COVID-19) karena adanya silent carrier (pengidap COVID-19 tanpa gejala)? Mereka (melakukan kontak) ke keluarga, ke teman-temannya, akan bertambah besar penyebarannya. Ini kan bahaya," ucap Shafruhan.

Menurutnya, pembatasan sosial ini bukan melulu soal bisnis yang dipikirkan. Objektif utamanya adalah menyangkut keselamatan nyawa manusia.

"Kita nggak bicara soal bisnis. Ini masalah kesehatan dan keselamatan manusia. Nggak bisa egosentris bicara dari sisi ekonomi. Yang bersama-sama kita harus bersatu lagi adalah memutus mata rantai COVID-19 ini. Nggak ada lagi kita bicara soal kajian ekonomi lagi. Kita bicara bagaimana menyelamatkan anak bangsa dari serangan virus Corona. Kalau nggak, saya khwatir nanti dampak itu akan terkena ke teman-teman pengemudi ojol," katanya.

Toh, tidak hanya ojek online yang terpukul dalam kondisi saat ini. Organda DKI Jakarta mencatat, kerugian angkutan umum di DKI Jakarta mencapai 75%-100% pada berbagai moda. Bahkan untuk moda angkutan pariwisata telah menurun 100%.

"Saya pikir Permenhub itu harus dicabut. Kasihanlah rakyat kita. Ini kan sama saja membiarkan rakyat terbunuh. Ini yang saya pikir pemerintah mencabut Permenub tersebut," tutup Shafruhan.



Simak Video "Video: 25 Perwakilan Ojol Audiensi di Kemenko Polkam, Ini Hasilnya"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads