Xpander Diproduksi di Vietnam, Berapa Upah Buruh di Sana?

Xpander Diproduksi di Vietnam, Berapa Upah Buruh di Sana?

Ridwan Arifin - detikOto
Jumat, 18 Okt 2019 21:43 WIB
Pabrik Xpander di Cikarang Foto: Agung Pambudhy
Jakarta - Mobil Mitsubishi Xpander tak lagi menjadi produk eksklusif buatan Cikarang, sebab Mitsubishi Motor Corporation (MMC) akan membuat pabrik di Vietnam.

Menurut Duta Besar Indonesia untuk Vietnam Ibnu Hadi hal tersebut dilakukan untuk menyiasati aturan baru kebijakan dalam negeri Vietnam yakni special consumption tax/SCT serta aturan Decree No.116/2017/ND-CP atau Decree on Requirements for Manufacturing, Assembly and Import of Motor Vehicles and Trade in Motor Vehicle Warranty and Maintenance Services.



SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Makanya Krama Yudha Mitsubishi Xpander dia, bukan pindah ya, dia mau bikin fasilitas produksi Vietnam untuk menyiasati adanya ketentuan itu dan juga ketentuan Decree 116," ucap Ibnu kepada awak media di Sparks Luxe Hotel, Jakarta, Jumat (18/10/2019).

Bila aturan tersebut disahkan, produk otomotif dalam negeri Vietnam bakal dikenakan pajak dengan tingkat pajak yang lebih ringan. Walhasil harga jual produk dalam negeri akan bisa bersaing dengan produk impor utuh CBU.



Selain regulasi tersebut, Ibnu membeberkan biaya produksi Vietnam sangat berbeda, sehingga banyak investor datang.

"Kita lihat dari cost of production-nya. Kan intinya ada upah buruh, harga material, kemudian harga tanah, kemudian utilities seperti listrik, air, kemudian regulasi. Kalau itu ditotal baru kelihatan," ujar Ibnu.

Upah buruh misalnya, ia mengungkapkan Vietnam masih lebih murah. Menurut catatannya UMP di provinsi kecil di Vietnam hanya sekitar US$ 90-120 per bulan atau setara Rp 1,26-1,68 juta (kurs Rp 14 ribu).

"Itu di provinsi yang remote, kalau di Hanoi juga masih US$ 210 UMR-nya (sekitar Rp 2,94 juta). Jadi memang secara rata-rata masih di bawah kita," tambahnya.



Selain upah, harga tanah misalnya, pemerintahnya bisa memberikan cuma-cuma tanah milik negara untuk investor yang ingin berinvestasi pada sektor industri yang tengah menjadi fokus pembangunannya.

Di sana tanah kan pada dasarnya milik negara, tidak ada milik swasta. Jadi pemerintah sana memang punya tanah yang bisa dilepas. Misalnya dia mau bangun hotel sesuai industri yang mau dikembangkan, okeh you mau berapa hektar? Harganya kadang cuma harga administrasi saja," terangnya.

Pemberian tanah secara cuma-cuma untuk jangka waktu tertentu itu di Vietnam bahkan diterapkan hingga taraf provinsi. Hal itu tentu sangat menggiurkan bagi investor.

"Komponen utama kan tanah. Kalau untuk tanah enggak ngeluarin, duitnya bisa dibuat untuk pembangunannya," terangnya.

Terakhir, dari sisi regulasi perizinan, Indonesia juga masih kalah. Vietnam hanya ada 2 perizinan untuk investor, yakni perizinan investasi dan sertifikasi usaha.

Untuk perizinan investasi hanya membutuhkan waktu 3 hari, sedangkan sertifikasi usaha hanya 7 hari. Keduanya bisa diurus secara bersamaan.

Kedua perizinan itu diurus di level provinsi, tidak perlu ke pemerintah pusat. Menariknya lagi, izin-izin itu meski dikeluarkan oleh pemerintah provinsi seluruhnya seragam dari segi persyaratan, format hingga waktu.

"Jadi dari 5 faktor kita kalah bersaing. Baik dari bahan baku murah, harga tanah, utilities sama harganya, perizinan kita kalah, jadi mohon maaf kita kalah," tutupnya.

Hide Ads