Ingat, Tol Trans Jawa Bukan Sirkuit yang Bisa Dikebut Sembarangan

Ingat, Tol Trans Jawa Bukan Sirkuit yang Bisa Dikebut Sembarangan

Ridwan Arifin - detikOto
Senin, 04 Mar 2019 13:39 WIB
Foto: Robby Bernardi/detikcom
Jakarta - Rombongan Bupati Demak, M. Natsir mengalami kecelakaan lalu lintas di Tol Batang, tepatnya di KM 349 masuk Kandeman. Sebelumnya terjadi juga kecelakaan SUV menabrak truk di jalur Tol Ngawi-Kertosono KM 604, Desa Garon, Kecamatan Balerejo, Kabupaten Madiun. Dua peristiwa tersebut mengalami kecelakaan dengan menabrak buntut truk.

Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno kembali mengingatkan kepada pengendara yang melintasi jalan tol Trans Jawa ataupun jalan bebas hambatan lainnya untuk selalu memperhatikan batas kecepatan.



SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jalan tol dibangun untuk kelancaran mobilitas dan barang. Bukan sirkuit arena balap mobil, pasti tidak bisa selamat hingga di tujuan perjalanan jika kecelakaan terjadi dalam perjalanan," ujar Djoko melalui pesan singkat yang diterima detikOto.

Perihal tabrak truk dari belakang, Djoko mengatakan bahwa truk barang di Indonesia tidak dirancang untuk kecepatan tinggi. "Terlebih jika bawa barang, lajunya tidak lebih dari 40 km/jam," kata Djoko.

Oleh karena itu para pengguna jalan tol diharapkan lebih bijak dan teratur, Djoko menyebut Kementerian Perhubungan sudah mengeluarkan peraturan Menteri Nomor 111 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Batas Kecepatan.



"Batas kecepatan paling rendah 60 km/jam dan paling tinggi 100 km/jam untuk jalan bebas hambatan (termasuk di dalamnya jalan tol). Sedangkan di jalan antar kota, seperti jalan pantura maksimal 80 km/jam, untuk jalan kawasan perkotaan paling tinggi 50 km/jam dan maksimal 30 km/jam untuk jalan kawasan permukiman," urai Djoko.

Pun demikian di tepi jalan tol sudah terpasang rambu batas kecepatan maksimal dan minimal.

"Akan tetapi tidak dipatuhi pengguna tol. Bakan dengan bangganya, pengguna tol bisa melaju dengan kecepatan tinggi. Seolah jalan tol sirkuit balapan mobil," tulis Djoko.

Djoko juga menilai jalan tol bebas hambatan perlu dipasangkan peranti tambahan berupa kamera pengawas kecepatan.

"Jalan tol juga perlu dilengkapi kamera pemantau kecepatan untuk membantu polisi lalu lintas melakukan tindak pelanggaran terhadap pelanggar batas kecepatan," ungkap Djoko.

Pun demikian sebenarnya Direktorat Jendral Perhubungan Darat saat ini sudah menerbitkan aturan Alat Pemantul Cahaya Tambahan (APCT) untuk mengurangi tabrak dari belakang terutama di malam hari.

"Tetapi baru berlaku 1 Mei 2019 untuk mobil bus dan truk baru, dan 1 September untuk mobil-mobil dan truk yang sudah operasional. Harapannya dengan APCT, dapat mengurangi tabrak dari belakang terutama di malam hari, karena ada pantulan dari cahaya tersebut," kata Djoko.

(riar/ddn)

Hide Ads