Pada tahun 2020, Kemenperin menargetkan produksi LCEV sebesar 10 persen dari 1,5 juta kendaraan roda empat dan 8 juta kendaraan roda dua. Jumlah ini diharapkan terus meningkat hingga 30 persen pada tahun 2035.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau kami ini lihat baik itu masyarakat atau pabrikan justru memang ingin jual segera. Dan beberapa memang sudah masuk karena ada beberapa aturan yang sertifikasi uji tipe sudah disesuaikan," ujar Putu dalam sebuah diskusi di Jakarta.
Selain itu untuk maslah harga sendiri, Putu mengatakan berdasarkan komponen harga saat ini, semakin besar baterai maka semakin mahal harga kendaraan LCEV.
"Kalau mobil konvensional 100%, hybrid itu bisa 130% atau 30% lebih mahal, plug-in hybrid sekitar 140-160%, kalau yang benar-benar baterai itu sekitar 180%-200%, jadi sudah dua kalinya," ujar Putu.
Menurut Putu, perlu ada penyesuaian harga supaya masyarakat tertarik berpindah ke LCEV, sehingga perlu insentif agar pasar merespons lebih baik. Insentif yang telah diminta Kemenperin ke Kementerian Keuangan meliputi revisi bea masuk dan revisi pajak, yakni Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
"Nanti itu kita masih di dalam proses diskusi karena harmonisasi ini kan sedang jalan. Justru sekarang adalah tahap bagaimana mengatur industrinya sehingga bisa adil, semuanya terdorong, tidak mengakibatkan kontraksi penjualan, ekspornya bagus, dan CO2-nya turun, jadi banyak sekali indikator yang dipakai," jelas Putu. (ddn/ddn)
Komentar Terbanyak
Memang Tak Semua, tapi Kenapa Pengguna LCGC Suka Berulah di Jalan?
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah