Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) meminta pemerintah melakukan peralihan ini secara bertahap, jangan tiba-tiba langsung mematikan mobil konvensional.
Ketua Umum Gaikindo Yohanes Nangoi mengungkapkan, alangkah baiknya Indonesia memilih untuk menerapkan kendaraan rendah emisi secara bertahap mulai dari plug-in-hybrid, hybrid, sampai mobil listrik. Lagipula, tantangannya sangat besar untuk langsung melangkah kesana seperti infrastruktur yang harus merata ke seluruh Tanah Air.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi kalau diberhentikan semuanya dan menggantikan ke mobil listrik, apakah seluruh jaringan di Indonesia bisa mengadakan tempat ngecharge dua sampai tiga setengah jam tersebut? Kalau pakai 220 volt itu pengisiannya delapan sampai sembilan jam. Kalau dipakai ke rumah, itu gardu-gardu listrik jadi tidak cukup lagi. Jadi ini harus dipikirkan. Juga bayangkan harus buat stasiun pengisian daya seperti itu di Papua, Aceh, Lombok, dan lainnya, itu berat. Namun bukannya tidak mungkin. Tantangannya sangat berat," lanjutnya.
Tapi bukan berarti pihak Gaikindo tidak mendukung semangat pemerintah tersebut. Hanya saja, tidak perlu untuk mematikan mobil konvensional apalagi industri otomotif dalam negeri sedang berkembang.
"Penjualan mobil di dunia itu sangat besar sekali. Per bulan bisa hampir sekitar 5 juta unit mobil di dunia, sedangkan mobil listrik hanya sekitar 30 ribu sampai 40 ribu unit saja. Nah kalau dianggap mobil listrik dipercaya di seluruh dunia mengapa kok naiknya pelan sekali, gitu loh? Jadi mengapa kita tidak bertahap saja. Toh mobil bermesin pun sudah bagus sekarang, atau yang plug-in-hybrid. Satu liter bisa 70 km, loh. Tapi kalau mobil berbahan bakar harus berhenti diproduksi dan dijual pada tahun 2040, celaka kita," ucap Nangoi.
Maka dari semua paparan pihak Gaikindo, untuk Indonesia lebih baik agar perpindahan ke mobil listrik bertahap saja. Jangan sampai mobil konvensional atau berbahan bakar fosil dimatikan.
"Di India saja ia ralat (untuk menghentikan penjualan mobil konvensional). Memang ada beberapa negara yang sudah ke arah sana seperti Belgia, tapi harus dilihat bahwa mereka bukan negara yang penghasilannya otomotif, dia hanya pemakai dengan sekitar 7 sampai 8 juta penduduk. Ia pun tak ada dampaknya. Tapi kalau di Indonesia, bila hal ini diterapkan investor tidak ada yang mau masuk ke Indonesia. Jadi jalanlah dengan alamiah tapi kita support dengan fasilitas dan peraturannya," tutup Nangoi. (ruk/ddn)
Komentar Terbanyak
Jangan Kaget! Biaya Tes Psikologi SIM Naik, Sekarang Jadi Segini
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah