"Saya rasa sih seharusnya ini dari dulu karena berkendara itu tidak hanya gas dan rem doang. Ini kaitannya dengan hubungan ke masyarakat. Patut dipahami, ketika kita berkendara kita bisa saja membahayakan diri sendiri dan orang lain," katanya kepada detikOto saat Sandy Pas Band berkunjung ke kantor detikcom di Gedung Transmedia, Tendean, Jakarta Selatan beberapa hari lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dirinya juga memaparkan, pernah ia keluar negeri dan melihat betapa sulitnya pengemudi kendaraan di sana mendapatkan SIM. Hukuman yang diterapkan bila melanggar pun sangat ketat. Diharapkan Indonesia bisa melangkah ke sana.
"Sampai si pengendara itu tidak bisa bawa motor berapa lama," ujar Sandy.
Jadi, berdasarkan kondisi jalanan dan sifat masyarakat Indonesia khususnya Jakarta, Sandy sangat setuju adanya tes psikologi saat membuat atau memperpanjang SIM.
"Gue pernah lihat di sebuah kemacetan, orang di depan gue itu sampai mukulin setir dan tutup pintu sampai kenceng banget, 'bruakk'. Emosi dia karena macet banget. Kan mentalnya tidak benar nih. Seharusnya ya kalau ada yang salah klakson, salah belok, parkiran direbut orang, sampai macet, sabar ajalah," kata Sandy.
"Kita harus sadar ketika bawa kendaraan, kita membawa sesuatu yang bisa mencelakakan diri sendiri dan orang lain, jadi mental dan kesiapan berkendara itu penting. Tidak hanya gas-rem saja. Gue setuju banget tes psikologi sebagai salah satu ujian buat SIM," tutupnya. (ruk/rgr)
Komentar Terbanyak
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah
Jangan Kaget! Biaya Tes Psikologi SIM Naik, Sekarang Jadi Segini