Fabio Quartararo mengalami kecelakaan dua kali. Yang pertama diakuinya karena kesalahan dia sendiri hingga menyeret Aleix Espargaro. Namun kecelakaan kedua lebih nahas lagi, Quartararo terlempar dari motornya.
Setelah crash pertama, Fabio Quartararo memutuskan untuk kembali ke pit. Namun, timnya menyarankan pebalap Prancis itu untuk kembali ke lintasan.
Akhirnya ia mencoba memaksimalkan performanya. Namun, ada yang salah pada motornya. Sensor kontrol traksi rusak yang membuat motor Quartararo tak terkendali hingga terpelanting.
"Kami masih memeriksa motornya, tapi saya yakin sensor kontrol traksinya rusak. Saya bisa menangani slide pertama, tapi ketika slide berikutnya datang, saya tidak punya kesempatan. Saya merasa kalah karena bahu saya sakit," sebutnya.
Apa pentingnya kontrol traksi?
Dilansir Crash.net, kontrol traksi atau traction control pada motor MotoGP adalah sebuah sistem yang akan memutus tenaga mesin jika ban kehilangan kontak dengan aspal. Sistem ini menstabilkan motor MotoGP yang punya tenaga brutal sehingga meningkatkan keselamatan pebalapnya.
Direktur Teknologi MotoGP Corrado Cecchinelli menjelaskan, motor yang kehilangan traksi akan mengalami minim kontak antara ban dengan aspal. Hal itu membuat motor sulit dikendalikan. Untuk mencegah ban kehilangan kontak dengan aspal, sistem akan 'memainkan' pengapian motor.
"Cara kerja strategi kontrol traksi dimulai dengan memperlambat pengapian, sehingga mesin masih terasa enak tapi lebih lembut," jelas Cecchinelli.
"Berikutnya adalah mematikan pengapian. Jadi mesin menjadi kasar tetapi penghentian tenaga (mesin) jauh lebih banyak dan masih cepat."
"Kemudian akhirnya muncul penutupan throttle, yang sangat tidak efektif dalam mengontrol traksi. Hanya jika Anda mengalami selip yang sangat lama dengan sengaja, throttle akan tertutup cepat atau lambat. Tapi tidak untuk kehilangan traksi sebentar."
Sementara itu, dikutip Box Repsol, sistem kontrol traksi bekerja berdasarkan data yang dikirim oleh sensor kecepatan roda. Jika roda belakang berputar lebih cepat daripada roda depan, sistem elektronik akan bekerja untuk memperbaikinya. Sebab, roda belakang bisa membahayakan stabilitas dan handling dari pebalap.
Dalam hal ini, kontrol traksi akan membuat ECU bertindak dengan memutus akselerator. Ini dimungkinkan karena teknologi ride by wire, sebuah koneksi antara akselerator dan katup throttle. Selain memutus input akselerator, langkah lain yang dimungkinkan untuk mengontrol traksi adalah dengan mengadaptasi timing pengapian silinder, misalnya salah satu silinder dibiarkan tanpa percikan api.
"Sistem ini juga memperhitungkan sudut kemiringan kendaraan sebelum membuat keputusan, serta posisi gigi, yang mengubah gaya yang ditransmisikan oleh mesin ke roda belakang. Semua pengukuran ini dihitung dalam sepersekian detik untuk membuat keputusan yang nyaris tidak terlihat," tulis Box Repsol.
Contohnya, ketika pebalap menikung dengan sudut kemiringan 60 derajat. Saat keluar dari tikungan, jika pebalap membetot gas terlalu dalam, mesin akan menyajikan torsi terlalu besar. Akibatnya, roda belakang bisa selip.
Pada saat ini, sensor kecepatan akan mengirim sinyal ke ECU bahwa roda belakang berputar terlalu cepat. Perangkat lunak pada motor membandingkan data tersebut dengan data yang diprogram oleh tim. Setelah menentukan bahwa roda belakang berputar terlalu cepat, ECU akan memaksa mesin untuk menutup sebagian akselerator. Alhasil, torsi yang dikirim mesin ke transmisi sedikit dikurangi. Saat pebalapnya berhasil mendirikan motor ke posisi vertikal setelah menikung dan meningkatkan kecepatannya, intervensi itu tidak diperlukan dan input mesin bekerja kembali ke tingkat normal.
Simak Video "Video: Quartararo Raih Pole di Kualifikasi MotoGP Belanda, Marc Marquez 4"
(rgr/din)