Pengendara motor gede (moge) dilaporkan menyerempet seorang santri di Ciamis, Jawa Barat. Bukannya menolong, pengendara moge itu justru melarikan diri. Kini, pengendara moge itu dikabarkan telah menyerahkan diri ke Mapolres Ciamis.
Dikutip detikJabar, saat ini pengendara moge yang diduga menyerempet santri di Jalan Raya Cihaurbeuti Ciamis telah datang ke Polres Ciamis secara kooperatif. Menurut Kasat Lantas Polres Ciamis AKP Asep Iman Hermawa, pengendara moge itu sedang dimintai keterangan.
Menurutnya, berdasarkan informasi dari saksi kecelakaan itu terjadi Sabtu (27/5/2023) pukul 14.00 WIB. Santri bernama Yayat (23) menggunakan kendaraan sepeda motor Aerox berada di samping kiri jalan dari arah Timur (Ciamis) menuju Barat (Tasikmalaya). Kemudian bersenggolan dengan pengendara motor Harley-Davidson hingga terjatuh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah bersenggolan, pengendara Aerox Yayat hingga kendali lalu terjatuh. Sedangkan pengendara Harley Davidson yang terlibat senggolan itu sempat berhenti di jarak 100 meter dari lokasi dan sempat melihat ke belakang.
"Selang beberapa menit ada rombongan konvoi Harley 5 motor. Yang terlibat kecelakaan itu gabunglah sama 5 orang itu, jalan lagi," ungkapnya.
Meski telah menyerahkan diri ke Mapolres Ciamis, tindakan pengendara moge yang melarikan diri usai terlibat kecelakaan tidak bisa dibenarkan. Sebab, berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 231 ayat (1), pengemudi kendaraan bermotor yang terlibat kecelakaan lalu lintas, wajib menghentikan kendaraan yang dikemudikannya; memberikan pertolongan kepada korban; melaporkan kecelakaan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat; dan memberikan keterangan yang terkait dengan kejadian kecelakaan.
Pemerhati masalah transportasi dan hukum, Budiyanto, mengatakan ada beragam motif pengemudi yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas berusaha melarikan diri dari tanggung jawabnya.
"Suatu kejadian kecelakaan di mana salah satu pihak yang diduga bersalah melarikan diri dengan motif latar belakang beragam, misal takut berhenti karena faktor keamanan, tidak tahu harus berbuat apa, dan yang paling konyol ingin melepaskan tanggung jawab secara hukum," kata Budiyanto beberapa waktu lalu.
Mantan Kasubdit Gakkum Polda Metro Jaya ini menjelaskan bahwa dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan disebutkan kecelakaan dengan modus tabrak lari dikelompokkan dalam pasal 316, yakni sebuah kejahatan. Sedangkan ketentuan pidana dalam kecelakaan dengan modus tabrak lari itu dapat dikenakan Pasal 312 Undang-Undang No 22 tahun 2009 tentang LLAJ dengan ancaman penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp 75.000.000.
"Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang terlibat Kecelakaan Lalu Lintas dan dengan sengaja tidak menghentikan kendaraannya, tidak memberikan pertolongan, atau tidak melaporkan Kecelakaan Lalu Lintas kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 231 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c tanpa alasan yang patut dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah)," bunyi pasal 312 UU 22/2009.
Namun, pelaku tabrak lari bisa saja dikenakan sanksi lebih berat. Menurut Budiyanto, tabrak lari bisa saja dikenakan pasal berlapis.
"Pasal 312 dapat dikenakan sebagai sanksi pemberat dapat Yuntokan atau dikenakan pasal berlapis sesuai ketentuan Pidana yang diatur salam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tergantung dari akibat yang ditimbulkan dari kecelakaan tersebut," jelasnya.
(rgr/mhg)
Komentar Terbanyak
Punya Duit Rp 190 Jutaan: Pilih BYD Atto 1, Agya, Brio Satya, atau Ayla?
Konvoi Moge Terobos Jalur Busway Ditilang Semua, Segini Besar Dendanya
Tak Cuma PNS, Ini 15 Golongan yang Gratis Naik Angkutan Umum di Jakarta