Sebelumnya Penn State University menemukan sebuah masalah besar pada pengisian cepat baterai lithium. Masalah tersebut dapat timbul ketika menyambung dan melepaskan arus listrik antara baterai dan soket pengisian. Pada momentum tersebut muncul dendrit yang menyebabkan terjadinya hubungan pendek atau korsleting sehingga dapat merusak baterai.
Baca juga: Untuk Mobil Pilih Aki Basah atau Kering? |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Profesor Jonathan Coleman di Trinity College di Dublin yang bekerja sama dengan Nokia, telah menerapkan graphene nanotube untuk melampaui target industri saat ini mencapai kepadatan energi 300 watt-jam per kilogram baterai. Untuk melakukan ini, ia menggunakan nanotube graphene di tempat bahan pengikat dan konduktif yang biasa dalam menciptakan baterai, untuk mencapai kepadatan energi yang diklaim 400 Wh per kg tanpa dendrit.
Baca juga: Piaggio Luncurkan Bajaj Bertenaga Listrik |
Seperti yang dijelaskan oleh tim peneliti dari Rice University pada tahun 2018, baterai logam lithium dapat menjadi jawaban untuk masalah kepadatan dendrit dan energi. Hal ini dapat diaplikasikan dengan membuat lapisan nanotube karbon tipis kemudian dilapisi logam lithium sebagai menghambatnya supaya pertumbuhan dendritik dapat ditahan. Ini memungkinkan proses isi ulang baterai lebih efisien.
Graphene adalah sejenis karbon yang biaya produksinya murah. Selain itu senyawa itu juga sangat ringan dan sangat kuat. Bahkan sebagai orang awam, tidak sulit untuk memahami mengapa jenis karbon ini akan menarik bagi siapa pun di industri.
(rip/lth)
Komentar Terbanyak
Mobil Esemka Digugat, PT SMK Tolak Pabrik Diperiksa
Syarat Perpanjang SIM 2025, Wajib Sertakan Ini Sekarang
7 Mobil-motor Wapres Gibran yang Lapor Punya Harta Rp 25 Miliar