"Hal itu juga menjadi kekecewaan kami, kenapa motor tidak dimasukkan sekalian ke sistem ganjil-genap?," terang Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), Ahmad Safrudin, di Jakarta, Kamis (12/9/2019).
"Hasil kajian kami, sepeda motor itu penyumbang emisi tertinggi sampai 44,53 persen, mobil pribadi hanya 16 persen, dan bus 21 persen, karena memang masih banyak juga bus yang pakai solar," terang Safrudin.
Pernyataan Safrudin pun dapat pembenaran, dari Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Bambang Prihartono. Dikatakan Bambang dengan bebasnya motor dari ganjil-genap, maka bisa memicu perpindahan pengguna kendaraan dari mobil ke motor.
"Itu kekhawatiran kami, bahwa roda dua (motor) akan meningkat. Karena dari survey kami, mengatakan tidak ada orang yang berencana membeli mobil kedua, mobil ketiga untuk menyiasati ganjil-genap. Tapi justru perpindahan ke roda dua yang besar. Nah roda dua sendiri itu kan tidak safety," kata Bambang, kepada wartawan, di Jakarta, Kamis (12/9/2019).
Bambang juga mengatakan bahwa kebijakan ganjil-genap yang diterapkan sekarang ini tidak bisa dilaksanakan lama-lama. Sebab di situ ada hak konsumen yang bakal dibatasi.
"Ganjil-genap itu temporary. Ganjil-genap nggak bisa bertahan lama. Oleh karena itu, kita segera shifting kepada ERP (Electronic Road Pricing). Kalau ini saya rasa lebih berkeadilan," terang Bambang.
Simak Video "Ganjil Genap di Jakarta Akan Berlaku untuk Motor? Ini Kata Dishub"
[Gambas:Video 20detik]
(lua/ddn)