Sepeda Motor di Jakarta Perlu Dibatasi Juga?

Sepeda Motor di Jakarta Perlu Dibatasi Juga?

Ridwan Arifin - detikOto
Kamis, 08 Agu 2019 12:12 WIB
Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta - Ruang gerak kendaraan di DKI Jakarta semakin terbatas sejak terbitnya perluasan ganjil genap. Untuk saat ini, aturan tersebut hanya menyasar mobil pribadi yang masuk di sejumlah ruas jalan wilayah DKI Jakarta.

Hal itu merupakan salah satu bagian dari implementasi Instruksi Gubernur nomor 66 tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara.

Namun kritikan datang dari Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setidjowarno. Dia menilai peluasan ganjil genap dinilai tidak efektif bila hanya menyasar mobil pribadi dan berlaku di wilayah DKI Jakarta.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jika kebijakan gage (ganjil genap) diterapkan hanya pada jam tertentu (06.00-10.00 dan 16.00-21.00) dan tidak melibatkan ganjil genap sepeda motor pula, sesungguhnya tidak akan banyak memberikan kontribusi dalam hal mengurangi polusi udara, kemacetan, ketertiban, penurunan angka kecelakaan lalu lintas dan penghematan BBM," kata Djoko melalui pesan singkat.



Menurutnya kebijakan tersebut juga pelu didukung dengan kota-kota penyangga di sekitar DKI Jakarta khususnya mendorong masyarakat untuk menggunakan transportasi massal.

"Bikinlah kebijakan transportasi yang dapat berimplikasi besar, bukan setengah-setengah. Apalagi hanya Jakarta saja dilakukan, harusnya berlaku juga di wilayah Jabodetabek," terang Djoko.

Sambung Djoko, dengan adanya transportasi yang terintegrasi di wilayah pemukiman, dirasa kurang memadai bila tidak dibarengi dengan aturan yang sifatnya push and pull policy, termasuk membatasi ruang gerak sepeda motor.



"Belum lagi sekarang sudah ada angkutan Jak Lingko yang jika diperhatikan saksama penggunanya masih minim. Pasalnya rute yang dilewati angkutan Jak Lengko berada di kawasan pemukiman yang mayoritas warganya memiliki sepeda motor," kata Djoko.

"Tentunya tidak akan banyak yang beralih menggunakan angkutan Jak Lingko selama jalan-jalan di Jakarta tidak dibatasi untuk sepeda motor," ungkapnya.



Pun demikian untuk mendorong orang beralih ke penggunaan transportasi massal, pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah. Salah satunya first mile dan last mile (perjalanan dari titik rumah sampai kendaraan umum dan titik akhir).

"Meskipun menggunakan KRL Jabodetabek atau bus Transjakarta relatif murah, akan tetapi kondisi layanan transportasi first mile dan last mile belum bagus, sehingga warga harus memakai kendaraan pribadi dan diparkir di stasiun keberangkatan KRL Jabodetabek," ungkap Djoko.

"Begitu pula saat tiba di stasiun tujuan belum terintegrasi dengan angkutan umum yang murah, lebih memilih ojek sepeda motor," kata Djoko.


(riar/rgr)

Hide Ads