Alasan Honda Punya Diler Berbeda-beda

Alasan Honda Punya Diler Berbeda-beda

Ruly Kurniawan - detikOto
Jumat, 08 Des 2017 14:38 WIB
Pelayanan untuk Moge Honda di Yogya. (Bagus Kurniawan/detikcom)
Jakarta - Dewasa ini, pilihan kendaraan makin lengkap, khususnya di segmen roda dua. Ada motor gede, sport, skutik, retro, custom, hingga motor bebek. Karena perbedaan spesifikasi tersebut, tentu para penggemarnya pun memiliki karakteristik yang berbeda pula. Itulah alasan mengapa PT Astra Honda Motor (AHM) memisahkan fokusan dilernya.

General Manager Honda Customer Care Center (HC3) Division AHM Istiyani Susriyati memaparkan, karena segmen motor berbeda, karakteristik pemainnya pun berbeda. Maka pendekatan layanan di tiap diler Honda, yakni Big Wing (diler yang menjual Big Bike Honda seperti CBR500 series, CBR650 series, CBR1000RR, CRF1000L Africa Twin, dan NM4 Vultus), Wing (motor premium Honda seperti CBR250RR, PCX150, hingga CRF250L Rally), dan reguler, memiliki perbedaan.

"Strategi yang kita lakukan adalah tidak menjual produk saja, tapi juga layanan. Oleh karena itu, sekarang kegiatan kita juga sudah beda, lebih menyesuaikan mereka," paparnya di Jakarta, Kamis (7/12/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Maka pelayanan (pendekatan) di tiap spesifikasi diler pun berbeda. Misalkan mengapa kita harus punya program Wing Sales People (WSP) karena orang yang beli motor biasa dengan yang masuk di diler big (Big Wing dan Wing) berbeda. Sehingga kita harus buat itu (WSP) maka dia (para pekerja Honda) harus bisa melayani seperti bagaimana cara menjawabnya, aktif masuk ke komunitasnya, dan lain-lain. Berbeda karakter, maka pelayanannya juga berbeda, caranya berbeda," lanjut Istiyani.

Tak berhenti di sana, berbagai kegiatan untuk merangkul mereka di tiap segmentasinya pun disediakan oleh Honda. "Kegiatan kita pun sekarang berbeda, anak muda suka racing, kita ada. Anak muda yang suka main fun touring, fun off-road, kita juga ada. Jadi intinya kita membuat strategi semua hal," lanjutnya.

"Kini semua berkembang dengan cepat jadi kita harus mengikutinya. Maka strategi yang kita lakukan adalah semua perkembangan tadi kita tangkap, kita olah, lalu kita bentuk jadi standar dan diterapkan ke seluruh Indonesia," tutup Istiyani. (rgr/ddn)

Hide Ads