Payung besar untuk memangkas emisi karbon bukan hanya terpaku pada mobil listrik. Beragam pabrikan mobil di Indonesia punya teknologi alternatif untuk mencapai net zero emission.
Dengan emisi gas buang nol, mobil listrik memang menjadi solusi terhadap tingginya pencemaran udara, terutama di daerah perkotaan.
"Kalau kita lihat memang battery electric vehicles bisa menghemat sampai dengan 100 persen bahan bakar yang digunakan di kendaraannya," ujar Putu Juli Ardika, Direktur Jenderal Ilmate Kementerian Perindustrian Republik Indonesia dalam Forum Editor Otomotif di ICE BSD City, Tangerang, Selasa (22/7/2024).
Namun faktanya, Indonesia masih tergantung dengan penggunaan sumber listrik dari batu bara. Hal tersebut diungkapkan Harris, Kepala Balai Survei dan Pengujian EBTKE Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi ESDM.
"Listrik yang kita gunakan, masih 67 persen datang dari batu bara," kata Harris dalam kesempatan yang sama.
"NZE (Net Zero Emission) itu menuju gas emisi rumah kaca yang minimal mungkin. 129 juta ton yang akan kita upayakan bisa kita capai di 2060 yang saat ini untuk sektor energi sekitar 181 juta ton equivalen dan emisinya masih sangat besar, yang akan kita kurangi secara signifikan pada 2060. Reduction emission itu akan terjadi di 2030 dan setelahnya sudah mulai menurun."
"Kenapa masih naik? Karena pada 2023-2030 masih akan ada PLTU batu bara yang masuk ke sistem karena sudah berkontrak sebelumnya. Jadi tidak bisa diputus sepihak," jelas dia.
"Setelah 2030 tidak ada lagi kontrak PLTU batu bara yang dijual ke masyarakat kecuali untuk yang produksi di pertambangan," tambah dia.
Putu menjelaskan Indonesia bisa menggunakan teknologi mobil alternatif lain yang bisa lebih ramah lingkungan. Langkah ini sejalan dengan pengurangan konsumsi BBM.
"Cuma kejadiannya di bawah karena tadi 60 persen kandungan listrik kita listrik yang fossil itu belum bisa mengurangi karbon emisi CO2," ujar Putu.
"Hal yang menarik sebenarnya kita masih banyak sekali ruang bahwa PHEV jadi plug in itu bisa mengurangi konsumsi bahan bakar 70 persen, hybrid sampai 49 persen dibandingkan ICE, kalau kendaraan ICE, bisa kita migrasikan ke hybrid ini 50 persen bahan bakar kita bisa hemat, dan 50 persen emisi bisa kita kendalikan," tambah dia lagi.
Dikutip dari data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil secara wholesales (distribusi dari pabrik ke dealer) sepanjang Januari sampai dengan Juni 2024 tercatat hanya sebanyak 408.012 unit. Angka itu turun 19,4 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 506.427 unit.
Meski penjualan mobil secara keseluruhan turun, mobil hybrid justru mengalami peningkatan. Dari 408.012 unit mobil baru yang terjual sepanjang semester I tahun 2024, 24.775 unit atau 6 persennya adalah mobil hybrid.
Penjualan mobil hybrid itu mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Sebagai pembanding, penjualan mobil hybrid tahun lalu hanya sebanyak 17.305 unit. Artinya ada peningkatan sebesar 43,1 persen penjualan mobil hybrid tahun ini dibanding tahun lalu.
Di sisi lain, penjualan mobil di Indonesia stagnan di angka satu juta unit. Selain harga mobil yang terkerek naik namun tidak seimbang dengan pendapatan per kapita, terdapat juga faktor ekonomi makro lainnya seperti nilai tukar dan tingkat suku bunga berpengaruh signifikan terhadap penjualan mobil.
Pasar mobil Indonesia stagnan pada level penjualan satu jutaan unit mobil per tahunnya, padahal rasio kepemilikan mobil masih sekitar 99 mobil per 1.000 penduduk. Ini menjadi salah satu nilai jual industri otomotif Indonesia.
Penjualan mobil tertinggi di Indonesia terjadi pada tahun 2013 yang mencapai 1.229.811 unit, kemudian terus merosot di tahun berikutnya namun tetap berada di level satu jutaan.
Mobil yang ramah lingkungan semestinya bisa mendapat perlakuan istimewa dari pemerintah.
"Upaya ini sudah banyak kita lakukan, elektrifikasi sebelumnya kita memperkenalkan yang namanya KBH2 pada 2012 kendaraan bermotor hemat bahan bakar dan harga terjangkau (LCGC), itu bisa mengisi pasar 24 persen itu prestasinya," kata Putu.
"Yang ini bisa bagus pertumbuhannya ini di hybrid, perkembangannya dari 0,49 persen ke 5,21 persen dan di Januari sampai Mei 2024 itu sudah 14 persen. Sehingga kita mau mendorong ke arah yang lebih akrab lingkungan dan juga meningkatkan bagaimana menanggulangi pasar kita stagnan. Jawabannya ini, bagaimana kita, kalau kita kelompokkan low carbon emission vehicles, ada hybrid, plug in hybrid, BEV, nah ini yang bisa kita lakukan. Ini yang perlu dilakukan," tambah dia lagi.
Simak Video "Lihat Langsung Suzuki Fronx: Gaya ala SUV Coupe, Sudah Hybrid!"
(riar/rgr)