AS Punya Jalan Raya yang Bisa Ngecas Mobil Listrik, Biaya Bikin Tembus Miliaran per Km

Volvo Cars menguji teknologi pengisian nirkabel baru — Ilustrasi pengisian baterai mobil listrik nirkabel Volvo Foto: dok. Volvo

Jakarta -

Masalah kendaraan listrik saat ini terletak pada infrastuktur yang kurang memadai. Wajar, mengingat kendaraan listrik merupakan hal yang baru di industri otomotif, yang memang masih butuh banyak perkembangan.

Melihat perkembangan yang ada, inovasi-inovasi baru bakal bermunculan untuk bisa mengakomodir pertumbuhan kendaraan listrik di dunia. Seperti di Amerika Serikat, yang saat ini tengah uji coba teknologi pengisian daya untuk mobil listrik tanpa kabel alias nirkabel di jalanan umum.

Dijelaskan uji coba pengisian baterai mobil listrik secara nirkabel tengah dilakukan di ruas jalan 14th Street di Detroit, Michigan. Di mana sistem nirkabel diselipkan di bawah aspal sepanjang 400 meter. Jika dilihat nampaknya seperti jalanan pada umumnya, namun yang membedakannya adalah jalanan ini mampu mengisi daya kendaraan listrik saat melintasinya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dikutip dari BBC, jalanan nirkabel tersebut memiliki kumparan elektromagnetik yang diletakkan pada permukaan dan dihubungkan ke jaringan listrik kota. Dari sistem itu akan menimbulkan medan elektromagnetik tepat di atas jalan yang mentransfer energi ke receiver yang terpasang pada baterai kendaraan melalui proses pengisian induktif.

Selanjutnya disampaikan, upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Amerika Serikat ini untuk menepis keraguan masyarakat AS terhadap kendaraan listrik yang terkendala jarak tempuh. Hal tersebut seraya mendukung visi Gubernur Michigan Gretchen Whitmer yang ingin mengubah infrastruktur transportasi di wilayahnya dan dalam upaya lingkungan yang netral karbon di tahun 2050.

Dalam hal ini Pemerintah Amerika Serikat juga menggelontorkan dana melalui Departemen Transit Michigan sebesar 1,5 juta USD, tujuannya agar memperpanjang jalanan canggih ini pada beberapa tahun ke depan. Dan beberapa uji coba telah dilakukan oleh startup yang menginisiasi proyek ini disebut Electreon.

Ilustrasi Charger nirkabel mobil listrik BMW Foto: BMW

Vice President of Business Development Electreon, Stefan Tongur mengatakan, jika handphone saja bisa melakukan pengisian daya tanpa kabel, maka hal ini juga bisa terjadi pada kendaraan listrik.

"Jika dulu ponsel memerlukan kabel pengisi daya, namun kini bisa digunakan tanpa kabel. Maka hal serupa juga akan terjadi pada kendaraan listrik. Evolusi pengisian daya akan beralih dari kabel ke nirkabel dan kita akan memiliki jalan yang dapat mengisi daya kendaraan saat mereka mengemudi dan di tempat parkir," kata Tongur dikutip dari BBC.

Dirinya yakin biaya yang dibutuhkan pihaknya dalam memasangkan perangkat ini akan segera turun. Tongur memperkirakan biaya yang dibutuhkannya sekitar 1,2 juta USD per mil (sekitar Rp 18,6 miliar per 1,6 km) dan 1.000 USD (Rp 15,5 juta) per receiver untuk dipasang di mobil/bus. Mengingat biaya yang dibutuhkan untuk menjalan proyek ini begitu besar, Tongur menegaskan bahwa penempatan teknologi ini tidak akan dipasang di sepanjang jalan, melainkan hanya di beberapa titik jalan yang strategis saja.

"Ini tidak dimaksudkan untuk diterapkan di mana-mana. Ini harus menjadi sangat strategis di tempat yang paling masuk akal. Di mana terdapat model bisnis yang baik," tegasnya.

Tongur menjelaskan pengisian daya nirkabel ini bukan untuk pengisian cepat, pihaknya mengklaim pengisian daya ini mampu mencapai pengisian dinamis hingga 35 kW per baterai. Artinya bus atau truk yang memiliki tiga receiver bisa memperoleh daya hingga 100 kW saat berkendara.

Mengingatkan langkah inovasi tersebut, peneliti Behavioral Economics dari Harvard Law School Ashley Nunes menyatakan di atas kertas inovasi ini sangat mengesankan, tetapi tidak realistis secara biaya.

"Pengisian daya nirkabel terlihat bagus di atas kertas. Namun logistik dan biaya yang diperlukan menjadikannya tidak praktis," kata Nunes.

Kira-kira inovasi ini patut ditunggu perkembangan teknologinya atau tidak ya. Lalu menurut detikers inovasi ini bisa diterapkan di Indonesia tidak ya?