Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad menilai kebijakan relaksasi Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) terlambat. Ia membandingkan dengan Thailand dan Malaysia yang sudah memberikan relaksasi sejak pertengahan tahun 2020.
"Kalau ini (PPnBM nol persen) dilakukan sepertinya sudah relatif terlambat, dibandingkan yang seharusnya dilakukan. Karena dari beberapa negara dilakukan pada pertengahan tahun 2020, kita agak telat karena pertumbuhan (penjualan otomotif domestik) relatif membaik," kata Tauhid Ahmad dalam diskusi INDEF dengan tema Apa Kata Konsumen Tentang Gratis Pajak Mobil Baru?, Minggu (21/2/2021).
Ia mencontohkan Thailand yang memberikan pembebasan pajak penghasilan badan (CIT) selama 3 tahun. Belum lagi, negeri gajah putih itu juga meluncurkan kupon tukar tambah, masing-masing senilai 100.000 baht atau setara Rp 47 juta. Kupon itu bisa digunakan oleh pemilik mobil perorangan untuk membeli mobil dengan pajak yang telah dikurangi. Jadi, kalau pemilik mobil mau tukar tambah dengan mobil baru, diberi kupon senilai Rp 47 jutaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Begitu juga Malaysia, menggelontorkan insentif pajak 100 persen untuk mobil penumpang domestik dan 50 persen untuk mobil penumpang yang diimpor. Kebijakan ini mulai berlaku pada 15 Juni - 31 Desember 2020.
"Yang sudah mulai kembali normal adalah Malaysia dan Thailand, kita menuju normal tapi belum sampai pada titik di angka satu juta, katakanlah 80 sampai 100 ribu per bulan itu belum," ungkapnya.
Vietnam lebih stabil. Negara yang dianggap telah berhasil menahan virus itu mengalami penurunan penjualan hanya 8% menjadi 290 ribu unit. Pemerintah Vietnam memotong separuh biaya registrasi untuk mobil yang diproduksi secara lokal di pertengahan tahun untuk mengangkat permintaan, dan penjualan melonjak 45% di bulan Desember karena konsumen bergegas untuk membeli sebelum aturan tersebut berakhir.
"Vietnam tanpa ada pemebasan pajak pun karena kondisi pandemi berhasil diperbaiki dia sudah kembali ke titik normal sampai akhir tahun 2020," jelas Tauhid.
Menurutnya Indonesia terlambat memberikan relaksasi berupa PPnBM nol persen untuk kategori mobil di bawah 1.500 cc dan berpenggerak 4x2. Ini dikarenakan penjualan otomotif tengah bergerak menuju normal.
"Penjualan meningkat tajam? tidak, karena pertumbuhan pembeliannya memang relatif tinggi yakni 5 persen per bulan tanpa penurunan PPnBM dalam 6 bulan terakhir," tutur Tauhid.
"Menurut saya relatif tidak tepat kalau menggunakan skema PPnBM untuk kelas menengah, selain mereka akan melakukan pembelian tanpa ada PPnBM, yang kedua kebutuhan konsumsi yang paling rendah yang memengaruhi ekonomi bukan pada kebutuhan durable good untuk mobil dan sebagainya," beber Tauhid.
Diberitakan detikcom sebelumnya, Ketua Umum Gaikindo, Yohannes Nangoi tidak bisa memastikan apakah kebijakan relaksasi PPnBM bisa meningkatkan penjualan. Namun berkaca apa yang sudah dilakukan negara di ASEAN, relaksasi pajak diharapkan bisa menggairahkan pasar otomotif.
"Kalau ditanya PPnBM bisa meningkatkan penjualan atau tidak, saya juga tidak tahu. Tapi yang pasti di Thailand PPnBM dibebaskan penjualan normal (kembali normal), di Malaysia kembali normal, di Jerman naik (penjualan naik) dan di beberapa negara lain juga naik (saat pajak ada relaksasi pajak). Untuk itu kami mengajukan sejak tahun lalu, kalau pemerintah menargetkan dari naik 52 ribu ke 65 ribu jadi masih memungkinkan," kata Nangoi dalam program d'rooftalk beberapa waktu yang lalu.
(riar/rgr)
Komentar Terbanyak
Memang Tak Semua, tapi Kenapa Pengguna LCGC Suka Berulah di Jalan?
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah