Permintaan minyak global diprediksi akan turun drastis. Penggunaan kendaraan listrik menjadi pemicunya.
Sebuah laporan AFP yang mengutip analisis industri, mengatakan permintaan minyak global kemungkinan akan turun 70% dekade ini. Penyebabnya, pasar negara berkembang terus mengembangkan armada kendaraan listrik.
Hal ini mengartikan ada penghematan kolektif hingga US$ 250 miliar (Rp 3.537 triliun).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebuah studi oleh Carbon Tracker, pengawas industri, menunjukkan bahwa peralihan ke kendaraan listrik dapat menghemat China hingga US$ 80 miliar setiap tahun pada 2030. Saat ini, impor minyak menyumbang 1,5% dari PDB China, dan 2,6% dari PDB India. Kedua negara tersebut sudah mengurangi ketergantungan mereka pada minyak impor, dan memberi insentif kepada rakyatnya yang ingin beralih ke kendaraan listrik.
Memang, biaya untuk membangun infrastruktur kendaraan listrik bervariasi, malah tergolong sangat mahal untuk negara-negara yang tidak memiliki sumber energi terbarukan. Namun, analisis menemukan bahwa revolusi kendaraan listrik dapat mengatasinya karena biaya komponen turun seiring waktu.
Hal ini akan membuat kendaraan listrik lebih dapat diterima untuk jangka panjang, dan peningkatan produksi serta penyerapan akan secara signifikan mengurangi biaya impor minyak. Dengan itu, pemerintah dapat mengurangi investasi dalam infrastruktur bahan bakar fosil (seperti jaringan pipa dan kilang minyak) karena transportasi menjadi lebih ramah lingkungan.
"Ini adalah pilihan sederhana antara semakin bergantung pada minyak yang selama ini mahal diproduksi oleh kartel asing, atau listrik dalam negeri yang diproduksi oleh sumber terbarukan yang harganya turun seiring waktu. Importir pasar berkembang akan mengakhiri era minyak," kata Kingsmill Bond pemimpin penulis laporan Carbon Tracker.
Apalagi, harga baterai dilaporkan turun 20% dalam dekade terakhir. Ini akan menciptakan pasar baru yang besar untuk pertumbuhan kendaraan listrik. Analisis menunjukkan bahwa biaya impor minyak selama 15 tahun kira-kira mencapai US$ 10.000 (Rp 141 juta), 10 kali lebih tinggi dibanding biaya peralatan panel surya yang diperlukan untuk menggerakkan mobil listrik.
China sekarang menjadi negara yang gencar dalam penggunaan kendaraan listrik. Tahun lalu, 61% dari kendaraan roda dua yang dijual di negara itu adalah motor listrik, sementara 59% dari penjualan bus adalah listrik.
"Faktor dalam perang terhadap plastik yang mempengaruhi permintaan petrokimia dan meningkatnya penetrasi kendaraan listrik di pasar negara maju, semakin besar kemungkinan kita telah melihat puncak permintaan minyak (tertinggi terakhir) pada tahun 2019," kata Bond.
(rgr/lth)
Komentar Terbanyak
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah
Kenapa Sih STNK Tak Berlaku Selamanya dan Harus Diperpanjang?