Batas kecepatan ketika melintas di jalan juga diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 111 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Batas Kecepatan. Ada empat pembagian batas kecepatan di jalan yang harus dipatuhi berdasarkan aturan tersebut yakni jalan bebas hambatan, antarkota, kawasan perkotaan, dan kawasan pemukiman.
Perlu dicatat batas kecepatan di jalan ini juga berlaku secara nasional.
"Batas kecepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan:
a. paling rendah 60 km/jam dalam kondisi arus bebas dan paling tinggi 100 km/jam untuk jalan bebas hambatan,
b. paling tinggi 80 km/jam untuk jalan antarkota,
c. paling tinggi 50 km/jam untuk kawasan perkotaan,
d. paling tinggi 30 km/jam untuk kawasan pemukiman," bunyi pasal tersebut.
Jika dilihat, batas kecepatan di jalan bebas hambatan paling tertinggi di antara jalanan lainnya. Penetapan batas kecepatan di jalan bebas hambatan tertinggi ditetapkan lebih rendah dengan pertimbangan frekuensi kecelakaan, fatalitas akibat kecelakaan di lingkungan jalan yang bersangkutan, perubahan kondisi permukaan jalan, geometri jalan, juga usulan masyarakat melalui rapat forum lalu lintas dan angkutan jalan sesuai dengan tingkatan status jalan.
Namun batas kecepatan di jalan ini kerap kali diabaikan para pengendara. Tak jarang karena mengabaikan kecepatan, kecelakaan tak bisa terhindarkan. Misalnya kecelakaan yang terjadi di tol Cipularang. Pengendara kerap memacu mobilnya melebihi batas aturan kecepatan yang ditetapkan. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi juga mengatakan batas kecepatan kendaraan di Cipularang belum berubah meski serentetan kecelakaan kerap terjadi di sana.
"Soal rambu di sana sudah ada 80 km/jam tadinya 100 km/jam," ujar Budi saat dikonfirmasi detikcom melalui sambungan telepon, Selasa (3/9/2019).
Alih-alih menaati peraturan, jalan angker malah dituding menjadi biang kerok setiap kecelakaan yang terjadi di sana.
Pendiri dan Instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu mengatakan rata-rata memang pengguna jalan tol tersebut menggeber kendaraannya lebih dari batas kecepatan maksimal.
Jusri mengungkapkan sebelumnya pernah mencoba menggunakan speed gun atau kamera pengawas kecepatan di jalan tol usai kecelakaan yang menimpa istri dari Saipul Jamil.
"Karena saya ketika kecelakaan Saipul Jamil bersama rekan-rekan wartawan melakukan investigasi di satu titik pada tempat almarhumah istrinya Saipul Jamil kecelakaan itu. Saya sangat kaget dengan perilaku pengemudi di situ. Rata-rata, bersama tim Jasa Marga di situ, dikawal dengan mobil patroli. Kita membawa speed detector atau speed gun, kita lihat rata-rata pengendara larinya 100 km/jam padahal kecepatan maksimum adalah 80 km/jam," ucap Jusri.
Komentar Terbanyak
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah
Gaya Merakyat Anies Baswedan di Formula E Jakarta, Duduk di Tribun Murah