Masalahnya, produksi listrik di Indonesia sebagian besar masih disuplai pembangkit listrik tenaga batubara. Data Ditjen EBT Kementerian ESDM tahun 2017, menyebut batubara masih menyumbang 57,22 persen produksi listrik, 24,82 persen gas, 5,81 persen BBM, dan EBT (Energi Baru Terbarukan) 12,15 persen.
Penggunaan batubara akan menciptakan emisi karbon dioksida yang tinggi ke udara. Ini tentunya menjadi hal kontradiktif bagi pengembangan kendaraan listrik di Indonesia, jika masih memakai tenaga listrik dari proses yang tidak ramah lingkungan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Kepala Balai Besar Teknologi Konversi Energi BPPT, Mohammad Mustofa Sarinanto, kesimpulannya tidak seperti itu.
"Sebetulnya bandingkannya nggak bisa gitu juga. Kan sebelum pakai listrik dia (kendaraan) ngambil dari mana? Minyak bumi, yang efisiensinya belum tentu bagus juga," ujar Sarinanto kepada detikOto, di Serpong, Tangerang Selatan.
Menurut Sarinanto, tujuan pengembangan kendaraan listrik adalah untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak.
"Bahwa batubara memang masih digunakan untuk membangkitkan tenaga listrik, iya. Tapi di sisi lain, ada juga minyak yang terus dieksploitasi untuk transportasi. Nah minyak ini yang coba kita kurangi," terang pria ramah ini.
Kabar baiknya, meski saat ini pemerintah masih terus mengandalkan batubara sebagai pembangkit tenaga listrik, pemerintah juga memiliki target untuk lebih banyak menggunakan Energi Baru Terbarukan (EBT).
"Saat ini, pemanfaatan EBT memang masih kecil. Tapi secara bertahap akan terus ditingkatkan. Kita punya target sampai 2025 sudah memakai EBT sampai 23 persen," pungkas Sarinanto.
Tonton juga ' BPPT Luncurkan Stasiun Pengisian Daya Mobil Listrik ':
Komentar Terbanyak
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah
Gaya Merakyat Anies Baswedan di Formula E Jakarta, Duduk di Tribun Murah