Kalau Mau Standar Euro6 Itu Tergantung Keseriusan Pemerintah

Emisi

Kalau Mau Standar Euro6 Itu Tergantung Keseriusan Pemerintah

M Luthfi Andika - detikOto
Kamis, 28 Jul 2016 13:30 WIB
Foto: Rengga Sancaya
Jakarta - Mungkin terlalu naif saat ini bila kita berbicara soal kualitas bahan bakar Euro6. Karena kenyataannya saat ini kualitas bahan bakar Indonesia mencapai Euro2.

Meski demikian, standar emisi Euro6 bisa saja terwujud jika pemerintah Indonesia benar-benar serius dalam menggalangkannya. Seperti yang disampaikan Direktur Eksekutif Komite Penghapus Bensin Bertimbal, Ahmad Safrudin, di Jakarta.

"Sebenarnya pada September-Desember 2013, dalam pertemuan rutin yang melibatkan Pertamina, Gaikindo, Kementerian Perhubungan, Perindustrian, Keuangan, dan SDM. Sudah ada kesepakatan, dengan akan menjadikan Jabodetabek dan kota-kota besar masuk standar Euro4 pada 2016," kata Ahmad.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini sudah disepakati, draf regulasinya kita sudah persiapkan. Namun 2 bulan kemudian, industri mobil menganulir itu (keputusan tersebut-Red) meski tidak dalam forum resmi. Artinya Kementerian Lingkungan Hidup yang awalnya ingin menandatangani, tidak jadi menandatangani. Alasannya karena jualannya nanti susah," ujarnya.

Hal ini menunjukkan pemerintah Indonesia, masih lemah untuk bisa mewujudkan udara yang bersih. "Sayangnya pemerintah kita lemah, enggak usah Euro4 apalagi 6, yang Euro2 saja kita gagal total. Bahkan ada pernyataan, bahan bakarnya (Euro2) memiliki kualitas standar Euro2. Euro2 kita itu Euro2 versi Indonesia," katanya.

"Perlu kita sampaikan standar Euro2 itu tidak bisa diisi BBM Premium atau Pertalite. Diesel solar biasa juga tidak bisa. Karena kompresi rasio standar Euro2 itu 9:1. Itu harus diisi dengan bensin Ron 91-92. Jadi tempo hari kita ikut mengkritisi saat Pertamina melahirkan pertalite 90, itu produk yang sia-sia tidak berguna. Begitu juga dengan Dexlite, karena tidak bisa digunakan pada kendaraan yang menurut UU itu harus standar Euro2. Jika demikian, ini berarti ada pembangkangan peraturan Menteri, Peraturan PP, atau ada membantah UU itu, dan membantah UU Konsumen," tambahnya.

Meski demikian, dirinya mengakui, Pertamina tidak bisa dipersalahkan mengenai hal tersebut. "Tapi sekali lagi Pertamina tidak bisa disalahkan, karena ini menunjukan Pemerintah yang lemah dan tidak tegas. Harusnya kalau memang bahan bakar kita sudah standar Euro2, harusnya premium itu dihapus," katanya.

"Toh harganya standar Euro2 atau Euro6 itu tidak semahal premium. Kalau soal pengilangannya dan kilang tua dan sebagainya menjadi High Cost itu persoalan lain," ujarnya (lth/ddn)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads