Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut dua Gibran Rakabuming Raka mempertanyakan sikap cawapres nomor urut satu Muhaimin Iskandar (Cak Imin) soal material nikel untuk baterai kendaraan listrik. Menurut Gibran, tim sukses (timses) pasangan calon (paslon) nomor urut satu selalu menggembor-gemborkan baterai LFP (lithium ferro-phosphate) yang tidak membutuhkan nikel dari Indonesia.
Menurut Gibran, Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia sehingga bisa menjadi kekuatan. Bila terus membahas LFP, kata dia, sama saja dengan mempromosikan produk China.
"Kita itu Indonesia sekarang adalah negara dengan cadangan nikel terbesar sedunia, ini kekuatan kita, bargaining kita, jangan malah bahas LFP itu sama aja promosikan produk China," ujar Gibran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, industri kendaraan listrik dunia sudah mulai melirik teknologi baterai LFP. Baterai LFP dianggap lebih murah, lebih aman, dan lebih tahan lama, meski kepadatan energinya lebih rendah dibanding baterai lithium-ion dengan material nikel kobalt mangan/nickel cobalt manganese (NCM).
Reuters memberitakan, industri otomotif berupaya memproduksi kendaraan listrik yang lebih terjangkau. Komponen termahal saat ini adalah baterai. Kini, baterai LFP mendapat daya tarik sebagai bahan pilihan baterai kendaraan listrik.
"LFP lebih murah dibandingkan kobalt dan nikel," kata Stanley Whittingham, profesor di Universitas Binghamton di New York dan Peraih Nobel 2019 atas karyanya pada baterai lithium-ion, dikutip Reuters.
Lukasz Bednarski, pakar baterai dan penulis buku Lithium: The Global Race for Battery Dominance and the New Energy Revolution yang diterbitkan pada tahun 2021, yakin bahwa minat produsen mobil untuk memproduksi kendaraan listrik dengan harga lebih murah dapat menjadi salah satu pendorong di balik meningkatnya popularitas LFP.
![]() |
"LFP memberikan performa yang cukup baik dengan biaya yang lebih rendah, sehingga menjadi proposisi menarik bagi kendaraan listrik untuk kelas menengah," ujarnya.
Pabrikan Mobil Listrik Pindah ke Baterai LFP
Dilansir EE Power, produsen kendaraan listrik dunia seperti Tesla, Ford dan pabrikan besar lainnya telah beralih ke baterai LFP untuk beberapa model kendaraan listriknya. Tesla menggunakan baterai LFP pada Model 3 Standard Range Plus dan Model Y Standard Range.
Di sisi lain, Ford telah mengumumkan rencana untuk menggunakan baterai LFP di Mustang Mach-E dan model pikap listrik F-150 Lightning sebagai paket opsional.
Produsen mobil lain yang menggunakan baterai LFP termasuk BYD, CATL, dan Nio.
Memang benar salah satu kekurangan baterai LFP adalah kepadatan energi yang lebih kecil ketimbang baterai NCM. Alhasil, paket baterai LFP dengan kapasitas yang sama membutuhkan ukuran dan bobot yang lebih besar dibanding NCM. Biasanya baterai LFP yang dibuat dengan arsitektur serupa dengan baterai nikel memiliki kepadatan energi lebih rendah 30-40 persen.
Namun baterai LFP dapat bertahan selama ribuan siklus pengisian daya dan tahan terhadap penyalahgunaan pengisian daya cepat.
Menurut Toyota, seperti dikutip Reuters, penambahan material mangan-yang merupakan material pokok di baterai NCM-memungkinkan baterai LFP menyimpan lebih banyak energi dibandingkan sebelumnya. Dengan begitu, baterai bisa membawa mobil listrik melaju lebih jauh. Apalagi jika infrastruktur pengisian daya kendaraan listrik lebih banyak, maka kekhawatiran soal daya jangkau mobil listrik tidak lagi jadi soal.
Dikutip Recurrent Auto, beberapa pabrikan mobil listrik yang masih menggunakan baterai jenis NCM atau NCA (nikel kobalt aluminium) tidak menyarankan mobil listrik terlalu sering dicas sampai 100 persen. Namun, baterai LFP lebih stabil karena dapat diisi hingga 100 persen, dan Tesla telah merekomendasikannya untuk mobil dengan baterai LFP.
Kelebihan baterai LFP lainnya adalah lifecycle atau umur yang lebih lama. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa baterai LFP memiliki masa pakai 2 hingga 4 kali lebih lama dibandingkan baterai NMC.
Selanjutnya, LFP lebih aman dibanding NCM. Meskipun risiko baterai lithium terbakar jarang terjadi, baterai LFP memiliki ambang batas panas yang jauh lebih tinggi. Untuk baterai LFP, suhu thermal runaway berada pada 270 derajat celcius, sementara NMC 210 celcius dan NCA 150 celcius.
Campuran nikel-kobalt memiliki oksigen yang dilepaskan ketika sel baterai mengalami korsleting internal dan memanas. Diketahui, api tercipta karena adanya segitiga api yaitu sumber penyulut, bahan bakar dan oksigen. Memadamkan api baterai jenis ini agak sulit karena baterai itu menghasilkan oksigen sendiri. Sedangkan baterai LFP tidak mengandung O2 sehingga meskipun dapat mengeluarkan sejumlah gas saat terjadi korsleting, baterai tersebut tidak akan terbakar seperti baterai nikel. Hal ini membuatnya jauh lebih aman dan tahan lama.
(rgr/din)
Komentar Terbanyak
Jangan Kaget! Biaya Tes Psikologi SIM Naik, Sekarang Jadi Segini
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah