Mario Dandy yang hobi naik motor gede (moge) ternyata bikin resah masyarakat. Aksi anak eks Ditjen Pajak itu sempat ditegur warga di wilayah Kalurahan Muja Muju, Umbulharjo, Kota Jogja
Cerita ini diungkapkan salah satu tetangganya, Sugiarto (57). Seperti diketahui rumah milik Rafael Alun, ayah Mario Dandy di Muja Muju, Jogja itu hanya dihuni saat liburan.
Sugiarto yang juga tokoh masyarakat setempat itu mengungkapkan saat tinggal di rumah Jogja, Mario gemar menggeber motor gedenya (moge). Mario juga menggeber moge itu saat melintas di jalan depan rumah Sugiarto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Warga sempat menegur aksi Mario tersebut. Namun, menurutnya, Mario hanya menjawab singkat. "(Motornya Harley?) Ya. Ya (ngebut), ya ditegur. (Jawabnya) Cuma 'ya' gitu," kata Sugiarto saat ditemui wartawan di rumahnya, Senin (27/2/2023).
Menurut Sugiarto, Mario juga menggeber mogenya setiap kali melintas di jalanan depan rumahnya di Jogja itu. "Terkenale (terkenalnya) nakal, nek numpak (kalau naik) motor ngebut, motor gede itu lho," terang Sugiarto.
Berkaca dari sisi kelamatan berkendara, moge memang hanya bisa dibeli segelintir orang, tapi mapan dari sisi ekonomi tidak cukup untuk menaklukan moge.
Pemilik moge diwajibkan sudah stabil secara emosional, serta memiliki keterampilan berkendara terlebih dahulu. Menurut Instruktur dan Founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu, harga motor yang mahal, tenaga besar, dan prestige kerap memicu perilaku tidak aman di jalanan.
"Ada kelompok hidden factor atau faktor tersembunyi yang bisa memicu perilaku tidak aman hingga kecelakaan. Salah satunya, bunyi (moge), lingkungan (situasi jalan), atau harganya mahal," kata Jusri saat dihubungi detikcom, belum lama ini.
Jusri menambahkan pengguna moge umumnya bukan kalangan orang biasa. Mereka mampu membeli motor ratusan hingga miliaran rupiah. Kesan mahal itu bisa menciptakan kelas di antara masyarakat atau eksklusif.
"Misalnya saya beli motor besar, orang mengatakan masyarakat itu mahal sekali, masyarakat bilang hanya orang-orang tertentu saja yang memilikinya. Dan kebetulan ini orang bukan anak motor tapi bisa beli motor, dan ketika beli motor itu dia langsung yang namanya emosionalnya terganggu ketika tidak matang, dia merasa tinggi sekali, derajatnya naik," ungkap Jusri.
Lanjut dia jika pemoge sudah merasa eksklusif, keinginan untuk mendapat hak lebih besar di jalan lebih tinggi. Faktor-faktor itu didukung lewat suara menggelegar hingga hawa panas dari moge.
"Apa yang akan terjadi? eksistensi akan naik, dia akan menjadi lebih eksklusif, minta dipandang, kaitannya minta pengecualian. Kalau ada jalan 'orang minggir-minggir, ini motor mahal nih', kasih jalan, ini motor panas, itu sudah biasa. Belum lagi warnanya, belum lagi dari bunyinya, itu adalah setan-setan yang memengaruhi psikis kita kalau kita nggak kuat," sambung dia.
(riar/din)
Komentar Terbanyak
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah