Kecelakaan truk rem blong salah satunya diakibatkan dari malfungsi komponen dan ketidaktahuan sopir soal sistem pengereman. Soal sistem pengereman itu rupanya tidak ada di materi ujian SIM B maupun saat pelatihan.
Masih banyak sopir kendaraan besar seperti truk dan bus tidak memahami soal sistem pengereman kendaraan. Tidak heran, bila kecelakaan yang diakibatkan oleh rem blong kerap terulang. Akibatnya pun fatal, banyak nyawa melayang.
Senior Investigator Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Ahmad Wildan mengungkap bahwa sopir truk tidak pernah diajarkan soal sistem rem ataupun metode pengereman. Belum lagi ada juga pengemudi yang tak memahami posisi gigi yang tepat saat melintas di jalanan menurun. Makanya, ketika ada indikasi kendaraan mengalami rem blong tindakan yang diambil seringkali salah dan berujung celaka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di ujian SIM B1 dan B2 baik teori dan praktek materi ini tidak ada. Kemudian di SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) pengemudi bus dan truk juga tidak ada, sehingga semua pelatihan mengemudi bus dan truk tidak pernah diajarkan hal ini," ungkap Wildan saat dihubungi detikOto, Jumat (14/4/2023).
Berdasarkan pengalaman Wildan, saat melakukan pelatihan dengan Badan Pengelola Transportasi Jabotabek (BPTJ) hampir semua peserta tidak memahami sistem rem bus dan truk. Lalu bagaimana kecelakaan akibat rem blong bisa dicegah bila dasarnya saja tidak tahu? Wildan mengungkap sistem pengujian SIM B1 dan B2 harus diperbaiki. Tak cuma itu, sopir juga harus diberikan pelatihan lebih masif lagi.
"Program mitigasinya harus dari hulu yaitu dengan memperbaiki SKKNI pengemudi bus dan truk serta mekanisme pengambilan SIM B1 dan B2," tambah Wildan.
Praktisi keselamatan berkendara sekaligus Founder dan Instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu juga mengungkap hal serupa. Kata Jusri kompetensi pengemudi truk dan bus masih minim. Jusri bilang, bisa dipastikan hampir 90% pengemudi angkutan barang dan penumpang naik pangkat dari kenek.
Baca juga: Salah Kaprah Ngebut buat Usir Kantuk |
"Strata-nya begitu (dari kenek menjadi sopir). Ini linear, mereka bisa (nyetir bus dan truk) karena biasa," ujar Jusri.
"Sedangkan apakah keterampilan sama dengan kompeten? Tidak. Karena kompeten mencakupi 3 elemen, pertama keterampilan, kedua pengetahuan, ketiga attitude. Para pengemudi kita semuanya dari fakta yang ada mereka hanya terampil. Tapi apakah mereka memiliki pengetahuan, apakah mereka memiliki attitude? Dua elemen terakhir itu hanya bisa diperoleh dari sebuah pendidikan, sekolah, training. Dan ini menjadi masalah saat sekarang. Mereka tidak memiliki pengetahuan sehingga yang namanya kesadaran tentang keselamatan, kesadaran tentang peraturan berlalu lintas, kemampuan dalam hal beretika atau berempati nggak ada," beber Jusri.
(dry/din)
Komentar Terbanyak
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah
Kenapa Sih STNK Tak Berlaku Selamanya dan Harus Diperpanjang?