Pengamat Kebijakan Transportasi MTI (Masyarakat Transportasi Indonesia), Dr Eng. Ir. IB Ilham Malik menilai ERP (Electronic Road Pricing) tidak efektif diterapkan di DKI Jakarta. Menurutnya lebih baik mengoptimalisasi soal ganjil genap dan perparkiran.
"Solusinya optimalisasi ganjil genap karena saat ini belum ada proses optimalisasi ganjil genap ini yang kemudian akhirnya menjadi tidak optimal," kata Ilham saat dihubungi detikcom.
Soal optimalisasi ganjil genap, dia menjelaskan bisa berupa penutupan usaha pembuatan pelat nomor kendaraan supaya tidak membuat nopol palsu, penerapan Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) bagi pelanggar gage, hingga membatasi pembelian kendaraan dengan cara pemilik satu Surat Izin Mengemudi (SIM) hanya boleh satu kendaraan.
Selain optimalisasi ganjil genap, Ilham mengusulkan penyesuaian tarif parkir. Ini adalah salah satu solusi jangka pendek yang dapat diberlakukan oleh Pemda dalam waktu singkat untuk mengurangi tingkat kemacetan di Jakarta. Kebijakan ini tentu beriringan dengan perbaikan angkutan umum serta penyediaan fasilitas pejalan kaki.
"Harus dilengkapi kebijakan soal regulasi perparkiran. Ini bisa berupa penyediaan satuan ruang parkir yang optimal," kata dia.
"Kemudian yang kedua membuat regulasi tentang tarifnya. Jadi lokasi, tarif, dan ketersediaan di-supply satuan ruang parkir yang optimalkan," kata dia.
Dia bilang permintaan kendaraan akan terus tumbuh tiap tahunnya. Jika tidak adanya pembatasan, apalagi fasilitas parkir tidak memadai maka kendaraan makin memadati jalanan Jakarta. Hadirnya ERP dinilai tidak efektif, sebab siapapun yang rela membayar boleh melintasi jalan.
"Perparkiran ini juga harus didorong supaya ada peranan pihak swasta, jadi lebih baik swasta ini bermain di sektor perparkirannya, karena mereka bisa membangun gedung parkirnya dalam berbagai macam bentuk. Mereka juga bisa mengelola parkirnya, tanpa bermain di traffic-nya, di jalanannya," kata Ilham.
Kondisi lalu lintas saat ini merupakan hasil yang membiarkan populasi kendaraan bermotor tanpa terkendali. Ilham menilai penyebab utama tingginya tingkat kemacetan di Jakarta adalah membludaknya kendaraan pribadi di Jakarta, apalagi Ibu Kota Indonesia ini menjadi kota tujuan kota penyanggah seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Angka pertumbuhan kendaraan tersebut bisa bertambah jumlahnya, hal ini juga perlu diwaspadai pengambil kebijakan. Ilham menilai tidak ada yang praktis untuk menuntaskan masalah kemacetan di DKI Jakarta.
"Rasio kepemilikan di Indonesia baru 87 per 1.000 orang, masih sangat rendah di banding negara lain yang sudah mencapai 275 per 1.000 orang," kata dia.
"Dari sisi kecenderungan kepemilikan kendaraan pribadi akan terus tinggi, karena itu mau tidak mau regulasinya harusnya regulasi yang bersifat akomodatif untuk masa depan,"
Di sisi lain, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saat ini masih membahas regulasi pengendalian lalu lintas jalan berbayar atau ERP.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo menilai perlu ada program untuk mengendalikan jumlah sepeda motor di jalanan. Dia berharap hal itu bisa membuat masyarakat beralih ke transportasi umum.
"Bagaimana permasalahan transportasi yang saat ini kita hadapi bersama akibat kepemilikan kendaraan pribadi dan kemudian kemampuan daerah menambah panjang jalan yang sangat terbatas, ini menjadi salah satu penyebab oleh sebab itu kemudian kita harus lakukan upaya-upaya holistik terkait pemecahan permasalahannya," jelasnya.
"Oleh sebab itu pengendalian lalu lintas secara elektronik ini menjadi penting," tambah dia.
Simak Video "ERP Jadi Strategi Anyar Jakarta Atasi Macet"
[Gambas:Video 20detik]
(riar/rgr)
Komentar Terbanyak
Kapolri Soroti Pengawalan saat Macet: Sirine Melengking Itu Mengganggu
Kendaraan Hilang Lapor Polisi, Kena Biaya Berapa?
Bikin Orang Malas Bayar Pajak, BBN Kendaraan Bekas dan Pajak Progresif Dihapus