Korlantas Polri mengusulkan untuk menghapus pajak progresif kendaraan yang diterapkan di beberapa daerah. Sebab, masih banyak data kepemilikan kendaraan yang tidak valid.
Hal itu disampaikan Direktur Registrasi dan Identifikasi Korlantas Polri Brigjen Pol. Yusri Yunus. Menurutnya, pajak progresif bukan solusi untuk mengurangi beredarnya kendaraan bermotor di jalan.
"Karena masyarakat Indonesia ini ada duit ya pasti beli kendaraan. Tapi kalau dilakukan progresif, yang terjadi adalah karena setiap kendaraan kedua pajaknya lebih tinggi, ketiga lebih tinggi lagi, sehingga mereka menghindar. Cara menghindarnya apa? (Misalnya) saya punya mobil 5, satu namanya Yusri, yang kedua namanya tetangga, yang ketiga namanya nama saudara, yang keempat kelima nama PT," ucap Direktur Registrasi dan Identifikasi Korlantas Polri Brigjen Pol Yusri Yunus dalam sebuah video yang ditayangkan NTMC Polri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu membuat validasi data menjadi tidak akurat. Ketidakakuratan validasi data itu menghambat penerapan tilang elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE).
"Makanya kita usulkan pajak progresif dihilangkan saja sudah, biar orang yang punya mobil banyak itu senang, enggak usah pakai nama PT lagi cuma takut aja bayar pajak progresif," ungkapnya seperti dikutip Humas Polri.
Berapa besar sih tarif pajak progresif? Untuk diketahui, tarif pajak progresif diterapkan berbeda-beda. Di DKI Jakarta, ketentuan Tarif Pajak Kendaraan Bermotor kepemilikan oleh orang pribadi ditetapkan sebagai berikut:
- untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama, sebesar 2% (dua persen);
- untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua, sebesar 2,5% (dua koma lima persen);
- untuk kepemilikan kendaraan bermotor ketiga, sebesar 3% (tiga persen);
- untuk kepemilikan kendaraan bermotor keempat, sebesar 3,5% (tiga koma lima persen);
- untuk kepemilikan kendaraan bermotor kelima, sebesar 4% (empat persen);
- untuk kepemilikan kendaraan bermotor keenam, sebesar 4,5% (empat koma lima persen);
- untuk kepemilikan kendaraan bermotor ketujuh, sebesar 5% (lima persen);
- untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedelapan, sebesar 5,5% (lima koma lima persen);
- untuk kepemilikan kendaraan bermotor kesembilan, sebesar 6% (enam persen);
- untuk kepemilikan kendaraan bermotor kesepuluh, sebesar 6,5% (enam koma lima persen);
- untuk kepemilikan kendaraan bermotor kesebelas, sebesar 7% (tujuh persen);
- untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua belas, sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen);
- untuk kepemilikan kendaraan bermotor ketiga belas, sebesar 8% (delapan persen);
- untuk kepemilikan kendaraan bermotor keempat belas, sebesar 8,5% (delapan koma lima persen);
- untuk kepemilikan kendaraan bermotor kelima belas, sebesar 9% (sembilan persen);
- untuk kepemilikan kendaraan bermotor keenam belas, sebesar 9,5% (Sembilan koma lima persen);
- untuk kepemilikan kendaraan bermotor ketujuh belas, sebesar 10% (sepuluh persen).
Cara menghitung pajak progresif kendaraan
Besaran pokok Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak di atas dengan dasar pengenaan pajak (DPP). DPP sendiri sudah ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setelah mendapat pertimbangan dari Menteri Keuangan.
Contohnya ada di Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 40 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2021 tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Tahun 2021. Di dalamnya sudah ditentukan DPP masing-masing kendaraan yang beredar di Indonesia.
Ambil contoh Toyota Agya 1.0 G A/T tahun 2021. Mobil tersebut memiliki DPP Rp 124.950.000 seperti tertera dalam lampiran Permendagri No. 40 Tahun 2021. Untuk kepemilikan pertama, maka PKB untuk mobil ini berarti 2% X Rp 124.950.000 = Rp 2.499.000. Jika mobil yang dibeli adalah mobil kedua, maka 2,5% X Rp 124.950.000 = Rp 3.123.750, kalau mobil ketiga berarti 3% X Rp 124.950.000 = Rp 3.748.500 dan seterusnya tinggal diganti persentase sesuai dengan tarif di atas.
Demikianlah cara menghitung pajak progresif kendaraan dan besaran biaya yang harus dikeluarkan pemilik kendaraan.
(rgr/din)
Komentar Terbanyak
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah
Gaya Merakyat Anies Baswedan di Formula E Jakarta, Duduk di Tribun Murah