Lagi-lagi kecelakaan terjadi di Tol Cipularang. Kemarin malam, tabrakan beruntun terjadi di KM 92 Tol Cipularang arah Jakarta. Penyebabnya diduga sebuah bus mengalami rem blong.
Tol Cipularang utamanya Km 90-100 arah Jakarta bisa dibilang 'angker' karena sering terjadi kecelakaan. Soalnya, area itu banyak kontur turunan panjang.
Menurut Jusri Pulubuhu, Praktisi Road Safety & Founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), Tol Cipularang terutama di KM 90-100 arah Jakarta sering terjadi kecelakaan karena topografi jalannya yang kebanyakan turunan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sehingga membuat beban kerja rem itu akan lebih berat daripada kondisi-kondisi permukaan datar. Lebih-lebih kalau kendaraan tersebut adalah angkutan barang ataupun angkutan penumpang. Artinya semakin berat bobot kendaraan, semakin berat beban kerja rem," ujar Jusri kepada detikcom, Senin (27/6/2022).
Menurut Jusri, handicap atau rintangan di Jalan Tol Cipularang Km 90-100 arah Jakarta adalah jalanan menurun dengan gaya momentum yang kerap menjadi pemicu mobil hilang kendali. Ditambah penanganan sopir yang salah, kecelakaan bisa ta terhindarkan.
"Bisa diawali kemampuan rem menyusut atau kemampuan shock asbsorber bekurang sehingga mobil kadang-kadang ketika menikung ada bodyroll yang tinggi, kadang-kadang membuat kendaraan hilang kendali. Belum lagi cengkeraman ban akan menurun seiring adanya perpindahan bobot dari belakang ke depan (saat turunan), sehingga bobot kendaraan bertumpu pada roda depan. Pada saat pengereman darurat, kadang-kadang bisa membuat roda belakang terkunci karena nggak ada beban (beban kendaraan ditransfer ke depan saat turunan), akibatnya sering mobil melintir atau oversteer. Bagi orang yang nggak sadar itu kaget, dia malah ngerem habis," jelasnya.
Bagaimana menyikapi area 'angker' km 90-100 di Tol Cipularang yang banyak jalanan menurun? Menurut Jusri, yang paling penting adalah kurangi kecepatan dan jaga jarak.
"Kalau sudah tahu dia menurun, kurangi kecepatan. Bukannya di-loss atau nempel jarak dekat. Paling baik adalah menjaga jarak. Begitu menurun harus menjaga jarak. Karena begitu menurun dia nggak akan bisa berhenti seperti pada saat kondisi datar," ucapnya.
Kata dia, jarak berhenti di jalanan turunan akan lebih jauh dibandingkan di permukaan datar. Sebab, ada dorongan momentum ketika mobil berjalan menurun.
Soal jaga jarak, Jusri menyarankan lebihi jarak dari kondisi ideal. Pada saat jalanan datar tanpa hambatan, idealnya jaga jarak adalah 3 detik dengan kendaraan di depan. Di jalanan menurun, kata Jusri, sebaiknya ditambah jadi 4-5 detik.
"Yang perlu diperhatikan 3 detik itu di bawah kondisi ideal. Hujan, licin, turunan, bobot yang berlebih itu tidak dalam kondisi ideal. Artinya jaraknya diperpanjang. Kalau normal 3 detik, kalau turunan jangan 3 detik. Mungkin 4-5 detik. Karena dia bukan kondisi ideal," katanya.
Lalu bagaimana jika kita sudah jaga jarak ada kendaraan lain yang menyerobot? Menurutnya, yang perlu dilakukan pengendara adalah kembali menjaga jarak dengan kendaraan di depannya.
"Yang penting kita paham bahwasanya ini nggak aman. Kita kurangi jarak atau kita salip untuk menjaga jarak kita. Selalu sediakan ruang aman untuk kita, apalagi menurun. Kalau kita ditempel kendaraan di belakang, kasih kesempatan dia lewat deh. Kemudian antisipasi adanya manuver-manuver yang tidak kita harapkan dari kendaraan di depan dan belakang kita. Selalu menyediakan ruang aman. Kalau ada truk di belakang, kita bisa menghindari atau berikan kesempatan kepada mereka," katanya. Sebab, kendaraan besar seperti truk sering mengalami rem blong. Kalau kita berada di depannya saat turunan, risikonya jadi lebih besar.
Simak Video 'Tol Cipularang KM 90-100 Kembali Makan Korban, Kenapa 'Angker'?':
Komentar Terbanyak
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah