Standar Emisi Sudah Euro 4, tapi Kualitas Udara Jakarta Kok Terburuk?

Standar Emisi Sudah Euro 4, tapi Kualitas Udara Jakarta Kok Terburuk?

Tim detikcom - detikOto
Selasa, 21 Jun 2022 09:53 WIB
Kualitas udara Jakarta hari ini masuk dalam kategori tidak sehat. Kota Jakarta bahkan berada di posisi keempat kualitas udara terburuk di dunia.
Kualitas udara Jakarta terburuk (Foto: Pradita Utama/detikcom)
Jakarta -

DKI Jakarta kembali menduduki posisi teratas dengan kualitas udara terburuk di dunia. Dalam beberapa hari belakangan, indeks kualitas udara di Jakarta menunjukkan kategori tidak sehat. Salah satu pemicunya adalah emisi yang dikeluarkan dari kendaraan bermotor.

Padahal, saat ini Indonesia sudah mulai menerapkan standar emisi Euro 4 baik untuk kendaraan bensin maupun diesel. Kenapa polusi udara masih terjadi?

"Euro 4 nggak dikontrol. Benar nggak yang dijual Euro 4, mobilnya?" kata Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), Ahmad Safrudin atau yang akrab disapa Puput saat berbincang dengan detikcom melalui sambungan telepon, Senin (20/6/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Puput, mobilitas yang sudah normal dengan volume kendaraan yang meningkat turut menyumbang polusi udara di Jakarta. Namun, penggunaan bahan bakar Euro 4 sendiri, kata Puput, masih sedikit.

"Pemerintah lewat Pertamina memproduksi dan memasarkan BBM yang memenuhi standar Euro 4 itu hanya lip service. Kan hanya Pertamax Turbo (untuk bensin dan Pertamina Dex untuk diesel), jumlahnya berapa? Mungkin hanya 0,33% untuk BBM Euro 4. Ya nggak ngefek," ucapnya.

ADVERTISEMENT

Selain itu, sanksi tilang untuk kendaraan yang tidak lulus uji emisi juga belum maksimal ditegakkan. DKI Jakarta sendiri sebenarnya punya aturan kendaraan harus lulus uji emisi, yang dikemas dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 66 Tahun 2020 tentang Uji Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor. Jika tidak lulus atau belum melakukan uji emisi maka ada sanksinya, salah satunya sanksi tilang. Namun, kejelasan sanksi tilang terkait emisi kendaraan ini belum jelas setelah pada November 2021 lalu diundur.

Saat itu, ada sejumlah pertimbangan sanksi tilang uji emisi urung dilakukan. Salah satunya bengkel uji emisi kendaraan yang berada di Jakarta belum cukup memadai pengendara untuk melakukan uji coba emisi gas buang.

"Nggak usah tunggu bengkelnya tumbuh dulu. Dalih razia emisi kan awalnya dalihnya melindungi lingkungan, melindungi warga dari penyakit karena pencemaran udara. Tapi, multiplier effect-nya, kalau itu dilakukan razia secara ketat, orang terbirit-birit ke bengkel. Bengkel akan tumbuh. Tapi kalau bengkelnya suruh tumbuh dulu, siapa yang datang untuk uji emisi? Ngapain kalau saya punya mobil/motor harus uji emisi kalau nggak ada sanksi hukum. Kalau dibilang bengkelnya nggak cukup, itu salah," ujar Puput.

Puput bilang, KPBB sendiri sudah mengusulkan sanksi untuk pemilik kendaraan yang tidak lulus uji emisi sejak 2004. Dengan efek jera tersebut, kata dia, masyarakat akan patuh dan merawat kendaraannya sehingga tidak mengeluarkan emisi yang berlebihan.

"Minat orang untuk uji emisi sedikit, ya sedikit karena nggak digetok. Harus digetok, getoknya nggak harus yang 16 sepeda motor dan 4 juta mobil. Katakan 3 bulan sekali razia, di Jakarta satu titik saja, selama 2 jam misalnya, yang tidak memenuhi baku emisi misalnya 3 saja, yang kena sanksi kena denda, itu sudah bikin kapok 16 juta sepeda motor dan 4 juta pemilik mobil. Karena ditilang, mendingan ke bengkel sekalian ngerawat kendaraannya," sebutnya.




(rgr/din)

Hide Ads