Macet Belasan Jam di Puncak: Ngaku Aja, Pengendara +62 Suka Serobot Tak Punya Empati

Rangga Rahadiansyah - detikOto
Rabu, 02 Mar 2022 16:51 WIB
Jakarta -

Saat jalanan dilanda kemacetan, banyak pengendara yang memilih untuk menyerobot. Contohnya terjadi di Puncak, Jawa Barat, ketika macet total berjam-jam pada libur panjang akhir pekan kemarin.

Selain adanya kendaraan mogok dan volume kendaraan yang membludak, menurut Kapolda Jawa Barat Irjen Suntana kemacetan parah yang terjadi di Puncak itu disebabkan banyaknya pengendara motor yang melambung hingga lajur berlawanan. Kebiasaan buruk pengendara itu membuat arus lalu lintas mengunci.

Kebiasaan pengemudi yang saling serobot saat kemacetan ini sering terjadi di jalanan Indonesia, bukan hanya di Puncak pada akhir pekan kemarin. Terkadang sudah macet panjang, pengendara menyerobot masuk lajur berlawanan sampai menghabiskan badan jalan.

Alhasil, kendaraan lain dari arah berlawanan terjebak, sampai lalu lintas kedua arah mengunci. Lalu, kenapa banyak pengendara di Indonesia yang tidak sabar dan menyerobot saat macet hingga bikin lalu lintas mengunci?

Budaya berkendara ini bertolak belakang dengan kebanyakan negara maju di dunia. Di beberapa negara yang tertib berlalu lintas, tak ada pengendara yang saling serobot. Salah satunya Jepang. Ketika detikcom berkunjung ke Jepang beberapa waktu lalu dan bertemu lalu lintas macet, tak ada pengendara yang sampai memakan bahu jalan. Mereka tertib mengantre tanpa menyerobot jalur kiri dan menyelak antrean.

Menurut praktisi keselamatan berkendara yang juga Founder dan Instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), Jusri Pulubuhu, saling serobot saat kemacetan yang dilakukan pengendara di Indonesia adalah bentuk ketidakdisiplinan dan tidak adanya etika dalam berkendara di jalan raya.

"Itu merupakan cerminan dari kondisi lalu lintas Indonesia. Karena di jalan-jalan di negara-negara yang tingkat kesadaran berlalu lintasnya tinggi, kemacetan-kemacetan itu lebih tertib dan ada pergerakan. Karena mereka (mayoritas pengendara di Indonesia) budaya antre, yang didasari dari empati, etika, itu tipis sekali. Jadi kalau ada faktor-faktor tadi, pelanggaran, tidak adanya etika, tidak adanya empati, otomatis tingkat kemacetan atau tingkat kesemrawutan akan lebih parah," kata Jusri kepada detikcom, Rabu (2/3/2022).

Menurutnya, kesadaran berlalu lintas pengendara di Indonesia masih sangat rendah. Soalnya, kebanyakan pengendara di Indonesia hanya mengandalkan keterampilan. Padahal, dalam berkendara, tak cuma keterampilan mengemudi yang dibutuhkan, tapi juga empati, kedisiplinan dan pengetahuan.

"Mungkin sistem metode pembelajaran kita yang salah. Metodologi dari edukasi kita perlu diperbaiki. Semua hal yang menyangkut edukasi. Kemudian prosesnya, untuk menyaring mereka yang kompeten dalam hal edukasi tadi yaitu SIM. Kalau (pengambilan) SIM ada permasalahan, maka di situ harus diperbaiki. Semua stakeholder harus memberikan kontribusi, mulai dari akar permasalahan. Supaya kita mengerti bahwa ketika kita berada di jalan raya itu ruang publik. Untuk mengatasi semua mulai dari kecelakaan, kenyamanan, kelancaran, maka kita harus mengerti aturan-aturan yang ada," beber Jusri.



Simak Video "Video: Menembus Kemacetan Jakarta Jelang Long Weekend"

(rgr/din)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork