2 Tantangan Pengembangan Bus Listrik di Indonesia Menurut Laksana

ADVERTISEMENT

2 Tantangan Pengembangan Bus Listrik di Indonesia Menurut Laksana

Luthfi Anshori - detikOto
Jumat, 21 Jan 2022 12:07 WIB
Bus listrik Laksana
Bodi bus listrik buatan Laksana. Foto: Youtube Laksana Bus
Jakarta -

Bus listrik memang belum menjadi kendaraan populer di Indonesia. Kendati mulai digunakan untuk uji coba di armada bus Transjakarta, menurut karoseri Laksana masih ada beberapa tantangan dalam mengembangkan bus listrik di Indonesia.

Seperti disampaikan Technical Director CV Laksana, Stefan Arman, dalam Busworld Southeast Asia Webinar Series-Session 6 (19/1/2022), pengembangan kendaraan listrik, khususnya bus, memiliki dua tantangan, yakni bagaimana mengoptimalisasikan berat bus dan membuat bus listrik bisa dipakai lama.

"Laksana akan mendukung rencana pemerintah yang secara bertahap akan pindah dari bus bermesin ICE (Internal Combustion Engine) atau diesel ke bus listrik," buka Stefan.

"Sejak 4 tahun lalu kita melakukan banyak riset dan pengembangan. Poin utama tantangannya adalah, bobot bus akan menjadi krusial, lantaran bus listrik punya bobot 2 hingga 3 ton lebih berat dibandingkan bus diesel," lanjut Stefan.

Stefan menambahkan, di Indonesia aturan soal bobot bus sangat ketat. Oleh sebab itu, operator bus listrik akan berusaha sebisa mungkin untuk menekan kapasitas penumpang agar tidak mengalami bobot berlebih (over weight).

Selain itu, salah satu faktor utama mengapa sasis bus listrik berat adalah karena bobot baterainya. "Maka itu, kami membuat bodi (bus listrik) seringan mungkin untuk mengompensasi bobot baterai yang sangat berat," sambung Stefan.

Tantangan kedua pengembangan bus listrik di Indonesia adalah, bagaimana membuat bus listrik tersebut bisa digunakan dalam jangka waktu lama, baik dalam hal sasis, power drive, baterai, bodi, maupun seluruh sistem yang ada di dalam bus listrik.

"Alasan utamanya, karena bus listrik memiliki investasi awal yang sangat tinggi, karena bus listrik dua kali lipat lebih mahal, bahkan bisa lebih dari itu, dibandingkan bus reguler bermesin diesel," tukas Stefan.

(lua/lth)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT