Pemotor Kawal Ambulans Tewas Kecelakaan, Ini Pelajaran Pentingnya

Pemotor Kawal Ambulans Tewas Kecelakaan, Ini Pelajaran Pentingnya

Tim detikcom - detikOto
Kamis, 06 Jan 2022 13:37 WIB
Sirene ambulans
Relawan pengawal ambulans tewas kecelakaan di Subang. Foto: Getty Images/ChristopherBernard
Jakarta -

Belum lama ini telah terjadi kecelakaan lalu lintas yang melibatkan anggota komunitas pengawal ambulans. Seorang pemotor yang tengah melakukan pengawalan terhadap ambulans tewas kecelakaan di Subang, Jawa Barat, Selasa (4/1/2022).

Berdasarkan informasi yang diunggah situs Korlantas Polri, pengguna motor Honda Vario itu merupakan relawan pengawal ambulans. Saat kejadian, korban tengah melakukan pengawalan terhadap ambulans menuju arah Bandung.

Kecelakaan terjadi akibat truk yang datang dari arah Bandung menyalip mobil Avanza di depannya. Namun, saat hendak menyalip, rombongan pengendara pengawal ambulans datang dari arah berlawanan dan kecelakaan tak terhindarkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Praktisi keselamatan berkendara yang juga founder dan instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu mengatakan, komunitas pengawal ambulans ini sebenarnya punya peran yang sangat mulia. Dia bilang, munculnya relawan pengawal ambulans ini karena masih banyak pengguna jalan yang tidak paham dengan kendaraan prioritas seperti ambulans.

"Ini niatnya baik sekali. Mudah-mudahan korban diterima di tempat terbaik di sisi Allah SWT. Tapi kasus ini menjadi turn back atau pelajaran yang harus dipahami para relawan-relawan tersebut, karena mereka melakukan tindakan yang sangat berisiko terhadap keselamatan dia sendiri dan orang lain," kata Jusri kepada detikcom melalui sambungan telepon, Kamis (6/1/2022).

ADVERTISEMENT

Menurut Jusri, fenomena pengendara sipil yang melakukan pengawalan terhadap ambulans itu dari sisi hukum adalah hal yang salah. Karena hal itu bertentangan dengan Pasal 135 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam pasal itu disebutkan bahwa kendaraan yang mendapat hak utama harus dikawal oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau menggunakan isyarat lampu merah atau biru dan bunyi sirene.

"Mereka (relawan pengawal ambulans) melakukan satu hal yang sangat membahayakan dan melanggar aturan. Karena tindakan mereka tidak aman sama sekali. Karena masyarakat pengguna jalan lain tahu mereka bukan penegak hukum. Penegak hukum saja kadang-kadang mereka nggak kasih jalan. Kedua, mereka (relawan pengawal ambulans) tidak terlatih dengan hal-hal yang sifatnya dilakukan oleh penegak hukum dalam hal ini polisi dalam hal pengawalan. Itu kan ada SOP yang harus dipahami oleh mereka seperti hand signal, menyalip, kemampuan pengkajian terhadap risiko dan sebagainya. Dari sisi norma mereka tidak tahu dengan norma-norma keselamatan yang dimiliki oleh para petugas," ujar Jusri.

Lanjut dia, pengawal ambulans ini juga dianggap melanggar aturan hukum. Menurutnya, sesuai undang-undang yang berhak melakukan pengawalan dan memiliki hak diskresi terhadap rekayasa lalu lintas hanya petugas polisi.

"Sehingga mereka bisa melakukan sesuatu yang kadang-kadang dianggap masyarakat bertentangan dengan hukum. Misalnya menyetop kendaraan-kendaraan lain, atau bahkan melakukan contraflow. Bahkan tidak ada instansi lain kecuali polisi yang memiliki hak diskresi," katanya.

Untuk itu, daripada melakukan pengawalan, Jusri menyarankan relawan itu mengubah pola kerjanya. Yaitu, jika ada ambulans yang butuh dikawal, informasikan dan meminta kepada petugas polisi yang berhak untuk membantu pengawalan.

"Dalam kasus semacam ini, harusnya kalau kawan-kawan dari komunitas-komunitas sukarelawan tadi, mereka seharusnya tidak melakukan (pengawalan) itu. Tetapi memfasilitasi, memberitahukan pihak polisi. Itu mendapatkan suatu kebajikan yang luar biasa. Mengarahkan polisi, 'Pak, tolong bantu ada ambulans,' dan sebagainya. Jaringan komunitas pun akan mudah melakukan permohonan tersebut kepada polisi daripada pasien yang akan diangkut," ucap Jusri.

"Komunitas kalau mau ikut rombongan, mereka harus paham bahwa mereka tidak membuka jalan. Mereka beriringan boleh, tapi tidak melakukan rekayasa jalan," sambungnya. Sebab, yang berhak melakukan rekayasa lalu lintas adalah petugas polisi.




(rgr/lth)

Hide Ads