Ujian SIM di Indonesia Sebatas Zig-zag, Saatnya Tes Langsung di Jalan Raya

Ujian SIM di Indonesia Sebatas Zig-zag, Saatnya Tes Langsung di Jalan Raya

Rangga Rahadiansyah - detikOto
Kamis, 16 Sep 2021 18:33 WIB
Ujian Praktik SIM C di Sidoarjo Pakai Sensor Ultrasonic
Tak cuma zig-zag atau membentuk angka 8, Indonesia perlu terapkan ujian SIM di jalan raya. Foto: Suparno Nodhor
Jakarta -

Untuk memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) pengendara harus melalui beberapa prosedur. Di antaranya adalah ujian teori dan praktik mengemudi. Tapi, banyak yang menganggap ujian praktik mengemudi di Indonesia sulit.

Pegiat antikorupsi Emerson Yuntho dalam surat terbukanya yang ditujukan untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyoroti perihal urusan pembuatan atau perpanjangan SIM di Satpas. Menurutnya, ujian teori dan ujian praktik dalam proses pembuatan SIM kerap tidak masuk akal dan transparan.

"Dengan model ujian praktik seperti ini, publik percaya Lewis Hamilton akan gagal mendapatkan SIM A dan Valentino Rossi juga tidak mungkin memperoleh SIM C di Indonesia," kata Emerson.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Akibat sulitnya prosedur mendapatkan SIM, survei sederhana menunjukkan bahwa 3 dari 4 warga Indonesia (75 persen)--baik sengaja atau terpaksa--memperoleh SIM dengan cara yang tidak wajar (membayar lebih dari seharusnya, menyuap petugas, tidak mengikuti prosedur secara benar)," terang Emerson.

Praktisi keselamatan berkendara sekaligus founder dan instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu mengatakan, ujian praktik SIM di Indonesia hanya sebatas pengetesan keterampilan dasar mengemudi. Hal itu jauh berbeda dengan ujian SIM di negara-negara maju yang mensyaratkan pengemudi ikut ujian langsung di jalan raya.

ADVERTISEMENT

"Saya pernah ambil SIM juga di Amerika, dan saya mempelajari proses-proses pengambilan SIM di luar negeri. Yang diuji tidak semata kepada technical skill. Technicall skill adalah berbelok, ngerem, menikung di bundaran sempit, angka 8, berhenti dengan benar, keseimbangan, parkir mundur, parkir paralel yang hanya dilakukan di lapangan tertutup," ujar Jusri kepada detikcom, Kamis (16/9/2021).

Padahal, simulasi bahaya pada ujian SIM semacam itu bersifat statis atau diam. Jusri menilai, sudah saatnya Indonesia menerapkan ujian SIM langsung turun ke jalan raya untuk menentukan layak atau tidaknya pengemudi mendapatkan SIM. Sebab, jalan raya adalah 'medan perang' sesungguhnya.

"Di luar negeri ada beberapa proses, setelah tes praktik di area tertutup, lulus, baru dia boleh mengikuti uji praktik di jalan raya. (Ujian SIM di jalan raya) Objek bahayanya lebih dinamis, bergerak. Jadi ada kemampuan kognitif kita, juga ada kemampuan berbagi kita, tertib, emosional dilihat. Karena kita berinteraksi dengan segala traffic, sampai traffic padat. Semua aspek berlalu lintas akan ada di sini. Pihak asesor bisa melihat kemampuan emosi dia, kestabilan dia, bagaimana dia berinteraksi. Karena intimidasi di jalan itu ada, lebih sulit. Sayangnya ini tidak kita lakukan," beber Jusri.

Dengan menerapkan sistem pengujian SIM yang benar, maka kualitas pengendara di Indonesia bisa terbukti kemampuannya. Dengan begitu, angka kecelakaan lalu lintas bisa ditekan.




(rgr/din)

Hide Ads