Hamilton-Rossi Sulit Dapat SIM di Indonesia, SIM Dianggap Jadi 'Souvenir'

Hamilton-Rossi Sulit Dapat SIM di Indonesia, SIM Dianggap Jadi 'Souvenir'

Tim detikcom - detikOto
Kamis, 16 Sep 2021 11:47 WIB
Peserta mengikuti ujian teori Surat Izin Mengemudi (SIM) di Satuan Penyelenggara Administrasi (Satpas) SIM Daan Mogot, Jakarta, Selasa (12/5/2020). Kepala Seksi SIM Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Polisi Lalu Hedwin memperkirakan semasa pandemi COVID-19 aktivitas pembuatan SIM mengalami penurunan mencapai 75 persen dari hari biasa. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/foc.
Masih adanya pungli dalam proses penerbitan SIM membuat SIM dinilai sebagai souvenir. Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Jakarta -

Pegiat antikorupsi Emerson Yuntho membuat surat terbuka terkait pelayanan di Samsat dan Satpas. Surat terbuka itu ditulis untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dia meminta Jokowi membenahi praktik pungutan liar (pungli) di lingkungan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) dan Satuan Administrasi SIM (Satpas).

Emerson bilang, praktik pungli telah terjadi hampir merata di Samsat dan Satpas seluruh Indonesia. "Terkait layanan administrasi kendaraan di Samsat, warga sering kali dipaksa atau terpaksa melakukan tindakan melanggar hukum dengan cara menyuap atau memberikan uang (gratifikasi) kepada oknum petugas. Membayar sesuatu tidak semestinya dan tanpa bukti penerimaan yang sah," jelas Emerson dalam surat terbuka tersebut.

Emerson juga menyoroti perihal urusan pembuatan atau perpanjangan SIM di Satpas. Menurutnya, ujian teori dan ujian praktik dalam proses pembuatan SIM kerap tidak masuk akal dan transparan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dengan model ujian praktik seperti ini, publik percaya Lewis Hamilton akan gagal mendapatkan SIM A dan Valentino Rossi juga tidak mungkin memperoleh SIM C di Indonesia," kata Emerson,

"Akibat sulitnya prosedur mendapatkan SIM, survei sederhana menunjukkan bahwa 3 dari 4 warga Indonesia (75 persen)--baik sengaja atau terpaksa--memperoleh SIM dengan cara yang tidak wajar (membayar lebih dari seharusnya, menyuap petugas, tidak mengikuti prosedur secara benar)," terang Emerson.

ADVERTISEMENT

Ketua Presidium Indonesia Traffic Watch (ITW) Edison Siahaan menilai, SIM masih menjadi souvenir atau hadiah. Karena masih banyak praktik pungli, Edison menyebut proses penerbitan SIM mengabaikan persyaratan.

"Padahal, dampaknya sangat buruk apabila kualitas SIM itu menurun akibat proses penerbitan SIM tidak melalui prosedur yang semestinya. Akibat lainnya juga bisa membuat penanggung jawab pelayanan menjadi bulan-bulanan karena sering di-bully oleh warga yang tidak memiliki akses untuk mendapatkan pelayanan khusus. Bahkan pengelola pelayanan juga kerap dijadikan korban dari pengaduan warga terkait pelayanan yang disebut buruk lewat surat yang dilayangkan ke Presiden," kata Edison dalam keterangan tertulisnya.

Lanjut Halaman berikut: Proses Dapatkan SIM Harus Lewat Prosedur Ketat!

Edison menyebut, SIM adalah legitimasi yang diberikan negara kepada warga yang sudah memiliki kompetensi untuk menggunakan kendaraan bermotor di jalan raya. Pemegang SIM juga sudah seharusnya paham makna tentang keselamatan baik dirinya maupun pengguna jalan lainnya.

"Sehingga proses mendapatkan SIM harus melalui prosedur yang ketat dan wajib menjalani tes seperti kesehatan, psikologi, teori, praktik dan lain-lain. Artinya seseorang memperoleh SIM harus sehat jasmani dan mental. SIM adalah kewajiban yang harus dimiliki setiap orang yang menggunakan kendaraan bermotor di jalan raya, bukan menjadi hak. Sehingga, memperolehnya harus melalui proses yang ketat," ucap Edison.

Edison mendorong pelayanan SIM memberlakukan layanan sesuai ketentuan. Misalnya tes psikologi penerbitan SIM dengan tujuan mengetahui tingkat emosi pemohon SIM. "Maka setiap pemohon SIM wajib mengikuti tes kemampuan konsentrasi, kecermatan, pengendalian diri dan kemampuan diri dan stabilitas emosi," ucapnya.

Tes psikologi untuk penerbitan SIM merupakan amanah dari pasal 81 ayat (4) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan dituangkan dalam pasal 36 Peraturan Kapolri No. 9 tahun 2012 tentang Surat Izin Mengemudi.

"Aturan itu menyebutkan bahwa salah satu persyaratan penerbitan SIM adalah kesehatan, baik kesehatan jasmani maupun rohani. Untuk pemeriksaan kesehatan rohani dilakukan dengan materi tes yang akan menilai beberapa aspek antara lain kemampuan konsentrasi, kecermatan, pengendalian diri, kemampuan penyesuaian diri, stabilitas emosi dan ketahanan kerja," sebut Edison.

"Kecepatan layanan di bidang Regident (registrasi dan identifikasi) harus diimbangi dengan kualitas produk yang diterbitkan. Bukan hanya sekadar mudah dan cepat, tetapi kualitas yang memberikan dampak signifikan terhadap upaya meningkatkan kesadaran tertib berlalu lintas masyarakat agar semakin membaik," katanya.


Hide Ads