Dalam konteks ini ia menjelaskan kendaraan paling menyumbang tinggi tingkat polusi. Menurutnya kebijakan PSBB tidak bisa berjalan sendiri, apalagi jika diharapkan untuk menekan polusi.
"Pada waktu itu (social distancing-Red) orang benar-benar serius tidak keluar rumah dan tidak kemana-mana. Tetapi kemudian ketika diterapkan PSBB ini kan terjadi silang pendapat antara Istana, Pemda DKI Jakarta, dengan pak Luhut."
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Masyarakat pasti menilai ini serius tidak ini. Akhirnya masyarakat wajar saja jika keluar rumah. Toh kalau mereka tidak keluar rumah, masyarakat juga tidak punya penghasilan. Akhirnya mereka berbondong-bondong keluar rumah lagi.
"DKI Jakarta sendiri dengan kebijakan PSBB, PSBB yang banci. Faktanya masih berjibun kendaraan di jalan."
"Kemudian di JORR, truk-truk masih lalu lalang. Belum lagi yang Bodetabek, larinya ke DKI semua."
"Kalau yang begini kan angin dari Timur dan Tenggara lari ke Jakarta. Begitu angin ini bertiup kualitas Jakarta langsung menurun drastis. Kalau Tenggara dari JORR, Jagorawi, Jalan Tol Cibitung, Cipali dan Bodetabek, larinya ke situ (Jakarta-Red)," kata Puput.
Puput membantah bahwa penyumbang polusi Jakarta salah satunya berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Suralaya.
"PLTU kalau musim penghujan ini antara Oktober sampai April ini anginnya, angin Barat Laut, anginnya berasal dari Laut China Selatan. Nah kalaupun ada yang datang ke sini kemungkinan datang dari Suralaya, tetapi problemnya, kawasan yang dilewati PLTU Suralaya itu bersih kualitas udaranya,"
"Kalau dikatakan dari Suralaya, di sekitar Suralaya jadi kuning (kualitas udara sedang), kenapa yang di Jakarta jadi merah (berbahaya kualitas udara). Berarti polutannya tidak berasal dari Suralaya, polutan ini dari Bodetabek saja," tutup dia.
(riar/din)
Komentar Terbanyak
Jangan Kaget! Biaya Tes Psikologi SIM Naik, Sekarang Jadi Segini
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah