Dalam pasal yang digugat, ada dua cara calon pengemudi mendapatkan SIM yakni melalui pendidikan dan pelatihan serta belajar sendiri.
Untuk pendidikan dan pelatihan harus melalui kursus mengemudi resmi. Pedomannya juga telah diatur pada Pasal 78, isinya menyatakan penyelengaraannya dilakukan oleh lembaga yang mendapat izin dan terakreditasi dari pemerintah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan frasa 'belajar sendiri' tidak dijelaskan lebih rinci dalam UU 22/2009.
Menurut Marcell-Roslianna, pasal di atas haruslah ditafsirkan instruktur tersebut harus memenuhi syarat UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Alasan lain, belajar nyetir sendiri memiliki risiko kecelakaan tinggi.
"Di mana dengan belajar menggunakan kendaraan pribadi yang tidak dilengkapi dengan rem dan kopling darurat, serta tidak didampingin instruktur yang kompeten, telah terbukti banyak menyebabkan banyak kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan kerugian. Seperti hilangnya nyawa seseorang, cedera parah dan ringan, kerusakan properti dan kerusakan fasilitas umum," ujar Marcell-Roslianna dalam permohonan yang disampaikan ke MK.
Jusri menambahkan dengan hadirnya sertifikat sebagai syarat dalam membuat SIM, setidaknya menjaring pengemudi yang lebih berkualitas di jalan raya.
"Kalau itu pun bisa dilaksanakan maka tentunya akan meningkatkan kualitas kompetensi orang-orang yang mengemudi atau mengoperasikan kendaraan bermotor di jalan terus juga meningkatkan ketertiban serta menurunkan angka kecelakaan, ujung-ujungnya ke sana," ungkap Jusri.
Simak Video "Video: Ganti Rugi Operator Korea ke 230 Ribu Pelanggan Imbas Kebocoran Data"
[Gambas:Video 20detik]
(riar/rgr)
Komentar Terbanyak
Jangan Kaget! Biaya Tes Psikologi SIM Naik, Sekarang Jadi Segini
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah