Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyaratakatan MTI Pusat, Djoko Setijowarno mengungkapkan dengan pemindahan Ibu Kota baru bisa mengupayakan para pejabat dan aparatur sipil negara berpindah untuk menggunakan transportasi umum.
Baca juga: Pindah Ibu Kota, Ini Pandangan Suzuki Mobil |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut ia menjelaskan pembangunan transportasi sudah harus berorientasi pada kebutuhan manusia. Tidak lagi berfokus kepentingan mobilitas kendaraan pribadi, seperti yang selama ini berlangsung.
"Artinya, pilihan prioritas harus diberikan bagi pejalan kaki, pesepeda dan angkutan umum. Kendaraan bermotor listrik dapat didorong wajib digunakan di kawasan ibukota negara yang baru ini," ungkap Djoko.
![]() |
Ia menguraikan fasilitas untuk kendaraan tidak bermotor (seperti pejalan kaki dan pesepeda) harus lebar yang dilindungi pohon peneduh. Jalur sepeda tidak disatukan dengan jalur kendaraan bermotor, terkecuali diberikan pembatas fisik, tidak hanya berupa lajur sepeda (bike lane) saja.
"Demikian pula penyediaan layanan sarana transportasi umum yang humanis sudah harus direncanakan dengan matang," kata Djoko.
Sebagai langkah awal, ibu kota negara yang baru diharapkan sudah memiliki transportasi yang terintegrasi.
Baca juga: Toyota Sambut Ibu Kota Baru Indonesia |
"Paling tidak untuk tahap awal sudah tersedia jaringan layanan transportasi umum berbasis jalan, dengan bus umum yang paling mudah dan murah untuk diwujudkan. Tidak perlu lajur khusus, seperti busway, cukup bus lane (lajur bus). Berikutnya, secara bertahap dirancang dan dibangun transportasi umum berbasis jalan rel, dengan pilihan trem, kereta gantung, O-Bhan, kereta ringan atau mass rapid transport (MRT)," ujar Djoko.
Ia berharap bila transportasi sudah memadai, para pejabat negara diupayakan minim memakai kendaraan dinas. Pejabat negara dapat menggunakan kendaraan dinas hanya keluar ibukota negara untuk kegiatan kunjungan ke daerah.
"Jika hanya perjalanan masih di dalam komplek perkantoran lembaga negara diupayakan memakai transportasi umum yang ada. Sarana transportasi umum benar-benar diciptakan nyaman melayani semua orang tidak terkecuali bagi pejabat negara," ujar Djoko.
Ia melanjutkan agar sistem jaringan transportasi terintegrasi harus terhubung antara kawasan inti pusat pemerintahan, seperti istana, kantor lembaga negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif), taman budaya, botanical garden), kawasan inti ibukota negara (seperti perumahan ASN/TNI/Polri, diplomatic compound, fasilitas pendidikan dan kesehatan, pusat perbelanjaan).
"Jarak rumah dinas pejabat negara dengan kantor lembaga negara dibangun tidak berjauhan dan antar kantor lembaga negara berada dalam satu kawasan. Negara bisa menghemat anggaran dari sisi operasional kendaraan dinas," kata Djoko.
(riar/lth)
Komentar Terbanyak
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah
Kenapa Sih STNK Tak Berlaku Selamanya dan Harus Diperpanjang?