Belakangan ini, menurut Direktur KPBB Ahmad Safrudin atau akrab disapa Puput, BBG agak sedikit terabaikan.
"Tempo hari waktu kita sarankan Bahan Bakar Gas kan harganya murah, hanya Rp 3.100 per liter. Mereka nggak mau, mereka kembali lagi ke solar," ujar Puput saat ditemui di kantornya, Sarinah, Jakarta Pusat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Padahal sesuai dengan ketentuan Perda Nomor 5 Tahun 2015 tentang Transportasi, angkutan umum boleh tidak menggunakan BBG, tetapi dengan catatan menggunakan bahan bakar yang ramah lingkungan," jelas Puput.
"Dalam perda itu yang dikatakan bahan bakar ramah lingkungan adalah yang setara dengan Euro3 yaitu Pertadex, tapi Pertadex harganya berkisar Rp 11.700, dibanding Solar 48 yang harganya Rp 5.100, mereka keberatan. Harusnya kalau keberatan, beralihnya ke CNG (Compressed Natural Gas)," katanya.
Puput mengatakan banyak bus BBG yang kembali menggunakan solar membuat salah satu faktor penyumbang polusi di Jakarta. Kebanyakan operator angkutan umum beralasan, solar dinilai lebih ekonomis ketimbang BBG.
"Alasan beberapa operator angkutan umum katanya jarak tempuh atau tingkat perekonomian BBG itu lebih rendah dari solar. Itu betul, tapi kalau dihitung unit cost per kilometernya tetap saja menggunakan BBG lebih murah," ujar Puput.
"Satu liter solar itu katanya bisa menembuh 2,3 km, kalau BBG hanya 1,7 km. Tapi secara harganya terpaut jauh. Tinggal dikalikan saja. Harga BBG per kilometernya masih jauh lebih murah dibanding pakai solar 48," tandasnya.
(riar/rgr)
Komentar Terbanyak
Jangan Kaget! Biaya Tes Psikologi SIM Naik, Sekarang Jadi Segini
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah