Jakarta Dikepung Polusi, Spek BBM di RI Tertinggal dari Negara Lain

Jakarta Dikepung Polusi, Spek BBM di RI Tertinggal dari Negara Lain

Ridwan Arifin - detikOto
Minggu, 18 Agu 2019 08:40 WIB
Polusi udara di Jakarta. Foto: Jabbar Ramdhani/detikcom
Jakarta - Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) menyebut spesifikasi Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia khususnya untuk kendaraan bermotor sudah ketinggalan dari negara lain. Hal ini diungkapkan Direktur KPBB Ahmad Safrudin atau akrab disapa Puput di kantornya, Sarinah, Jakarta Pusat.

Polusi udara di Jakarta tengah menjadi sorotan. Selain menerapkan ganjil-genap, Pemprov diimbau untuk membatasi penggunaan bahan bakar yang tidak ramah lingkungan.

"Gubernur memiliki kewenangan untuk melindungi warganya dari pencemaran udara. Saat ini kondisi pencemaran udara sangat kritis, jadi itu bisa menjadi justifikasi kuat bagi gubernur untuk mencari cara agar kualitas udara di Jakarta meningkat, salah satunya melarang peredaran BBM yang tidak ramah lingkungan," buka Puput saat diskusi "Pengendalian Pencemaran Udara Terganjal Kualitas BBM".

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Sesuai tema diskusi, Puput menyebut spesifikasi BBM di Tanah Air sudah ketinggalan dan waktunya direvisi. Hal ini mengingat standar emisi yang diterapkan di Indonesia sudah menyentuh Euro4, apabila dipaksakan maka teknologi tidak akan berjalan baik.

"Spek yang dibuat oleh Dirjen Migas sudah out of date, dibuat pada tahun 2006 dan 2013. Itu yang harus kita revisi menjadi BBM yang setidak-tidaknya sesuai dengan kendaraan berstandar Euro4," ujar Puput.

Spesifikasi yang dimaksud adalah ambang batas dari BBM di antaranya belerang, polefin, aromatic dan benzen. Pertama adalah kadar belerang.



"Perbandingan bahan bakar dari berbagai negara, Vietnam saja berani menaruh 150 sampai 50, Indonesia masih 500," ujar Puput.

Lebih lanjut, Puput menyebut Indonesia tidak memiliki batasan terkait penggunaan bahan Benzen. Padahal zat tersebut dinilai cukup berbahaya.

"Benzen itu yang sifatnya karsinogenik yang menyebabkan orang terkena penyakit kanker. Indonesia masih 5, di sini bahkan yang untuk RON 88 tidak diatur hanya diminta melaporkan saja, jadi boleh 6, boleh 7, boleh 10 ini berbahaya. Bahkan negara lain Australia, China menekan sampai 0,8 %, India 1%, Eropa 1%, Malaysia agak tinggi menjadi 2,5%," terang Puput.

Dibandingkan negara lain Indonesia masih menjual BBM dengan RON 88. Puput mengatakan kadar Polefin tersebut masih sekitar 35% berpengaruh terhadap pembakaran pada mesin.

"Ini bisa merusak fuel pump dari kendaraan, ujung-ujungnya bisa menciptakan pembakaran tidak sempurna pada kendaraan. Akhirnya bisa menghasilkan polutan yang tinggi juga. Dari sini juga bisa terlihat Indonesia tertinggal spek bahan bakarnya," ujar Puput.


(riar/rgr)

Hide Ads