Berita Populer: Wali Kota Risma Jajal Mobil Balap, Pabrik BYD di RI

Berita Populer: Wali Kota Risma Jajal Mobil Balap, Pabrik BYD di RI

Rangga Rahadiansyah - detikOto
Senin, 29 Jul 2019 09:51 WIB
Berita Populer: Wali Kota Risma Jajal Mobil Balap, Pabrik BYD di RI
Foto: Istimewa
Jakarta - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini berkesempatan untuk menjajal mobil balap. Risma memang tak menyetir langsung mobil balap tersebut, melainkan hanya duduk di kursi penumpang.

Risma disetiri oleh salah satu pebalap wanita asal Gresik, Eva Maria Ulfa. Ini menjadi pengalaman pertama Risma duduk di mobil balap.



SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berita soal Risma yang merasakan sensasi duduk di mobil balap tersebut menjadi berita populer akhir pekan kemarin. Selain berita soal Risma yang naik mobil balap, berita populer lain adalah BYD pabrikan China yang berniat membangun pabrik di Indonesia, keharusan Indonesia memproduksi mobil listrik, mobil bensin yang diubah menjadi mobil listrik hingga Toyota HiAce rasa Alphard.

Berikut ulasan berita populernya.

Risma Ketakutan Jajal Mobil Balap

Foto: Istimewa
Risma merasakan duduk di dalam mobil balap yang disopiri pebalap wanita, Eva. Ia pun menyampaikan ketakutannya usai turun dari mobil.

"Wedi (takut). Tak pikir kenceng aja, tapi ternyata tuk gini lompat. Wedi aku," kata Risma sembari tertawa di Sirkuit Gelora Bung Tomo Surabaya dikutip dari detiknews, Minggu (28/7/2019).

Menurut Risma, setelah ada sirkuit ini, anak-anak yang suka kebut-kebutan di jalanan bisa pindah ke sirkuit ini. Sehingga kebut-kebutan di jalanan Surabaya tidak terjadi lagi.

"Kalau kebut-kebutan di luar sana kan bahaya. Kalau ada sesuatu yang terjadi, bukan hanya pelakunya saja yang kena, tapi juga bisa jadi orang lain yang tidak tahu apa-apa yang kena, kan kasihan," imbuh Risma.

Risma pun mengajak anak-anak yang suka kebut-kebutan untuk berekspresi di sirkuit ini. Terlebih, sirkuit ini bisa diakses gratis. Namun, Risma mengingatkan anak-anak harus menggunakan alat keselamatan standar untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

"Silakan ini digunakan. Apalagi ini gratis, malam hari juga bisa. Jadi, silahkan gunakan ini dan saya minta tolong jangan kebut-kebutan di luar, di jalanan," pintanya.

Pabrikan China BYD Ingin Bangun Pabrik di RI

Mobil listrik BYD jadi armada taksi Bluebird. Foto: Ridwan Arifin
Setelah Wuling dan DongFeng Sokonindo, pabrikan asal China lain BYD juga dikabarkan akan melakukan investasi di Tanah Air. Hal itu dikemukakan oleh Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Yohannes Nangoi di arena GIIAS, ICE BSS, Tangerang, Sabtu (28/7/2019).

"Saya belum tahu BYD seperti apa, tapi mereka mengincar Indonesia sebagai basis produksi," ungkap Nangoi.

Lebih lanjut ia mengatakan Indonesia menjadi salah satu wilayah yang paling strategis mengingat lokasinya yang berdekatan dengan Australia.

"Mobil dari China sangat berpotensi karena mereka melihat opportunity dari Indonesia. Apalagi Indonesia negara yang sangat dekat dengan Australia di mana marketnya 1,2 juta tanpa ada pabrik mobil di Indonesia jadi seharusnya ekspor dari Indonesia sangat menguntungkan, kita lihat saja nanti ya," ungkapnya.

Terkait model apa yang bakal diproduksi, Nangoi mengatakan belum mengetahui secara pasti. Namun seperti yang diketahui, salah satu model yang menjadi andalan seperti yang digunakan oleh taksi listrik Blue Bird.

"Harusnya begitu (mobil listrik), mereka sangat kuat di mobil listrik," singkat Nangoi.

Menurut Nangoi, hal ini berkaitan dengan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai program percepatan pengembangan kendaraan listrik. Pemerintah juga menyiapkan fasilitas insentif fiskal dan infrastruktur agar para pelaku industri otomotif tertartik untuk investasi.

Di AS, Mobil Bensin Boleh Disulap Jadi Mobil Listrik

Foto: Dadan Kuswaraharja
Menghadapi elektrifikasi kendaraan bermotor, negara berkembang seperti Amerika Serikat melakukan berbagai upaya. Bahkan bagi warga yang memiliki kendaraan berbahan bakar fosil diperbolehkan memodifikasi kendaraannya menjadi bertenaga listrik.

Hal itu dapat dilakukan karena Amerika Serikat memberikan kebebasan pada warganya atas apapun yang dilakukan pada kendaraan mereka.

"Secara regulasi ada tentang konversi di US. Begitu keluar diler semua tanggung jawab customer atau resiko sendiri dengan manufaktur menyediakan Incomplete Vehicle Design," ujar pakar Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (ITB), Sigit Puji Santosa dalam seminar "Challenge of Future Vehicle Technology and Regulation di Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2019, ICE BSD, Tangerang.

Ia juga menjelaskan mobil yang telah melewati modifikasi tersebut tak perlu lagi melakukan uji tipe. Setiap perubahan yang dilakukan pada kendaraan sudah menjadi resiko pemiliknya.

"Nggak ada uji tipe, begitu keluar diler tanggung jawab konsumen masing-masing, mereka ambil resiko sendiri," kata Sigit.

Untuk Indonesia sendiri tampaknya cara tersebut tak bisa diadaptasi. Alasannya praktik tersebut masuk dalam kategori modifikasi yang mana masih sulit berdasarkan regulasi di Indonesia. Pada kesempatan yang sama, Kasubdit Uji Tipe Kendaraan Kementrian Perhubungan, Dewanto Purnachandra mengaskan hal tersebut.

"Peraturan yang ada elektrifikasi harus uji tipe kembali. Ada syarat merubah spek dari ICE (Internal Combustion Engine) ke EV (Electric Vehicle), harus mendapat rekomendasi dari APM-nya. Memang juklak modifikasi belum ada," papar Dewanto.

Uji tipe pun juga akan berkaitan erat dengan Standar Nasional Indonesia. Perubahan yang dilakukan tentunya juga akan mempengaruhi keselamatan dari suatu kendaraan.

"Pada dasarnya yang diwajibkan itu ada dua, pertama masalah keselamatan. Kedua ini risikonya tanpa kecuali baik itu industri kecil maupun industri besar. Impact Assessment itu penting sekali dikaji secara ilmiah oleh pakar. Ini berlaku untuk umum," tegas Kepala Badan Standarisasi Nasional (BSN), Bambang Prasetya dalam kesempatan yang sama.

Indonesia Harus Bisa Produksi Mobil Listrik

Foto: Toyota
Gabungan Asosiasi Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mengatakan, untuk tren mobil listrik, Indonesia harus berada di pihak yang membantu proses elektrifikasi kendaraan listrik. Agar produksi mobil listrik bisa semakin banyak, sama seperti kebanyakan pabrik mobil di Indonesia saat ini, yang memproduksi mobil berbahan bakar bensin/diesel (kendaraan konvensional-Red).

"Indonesia harus bisa jalan di tengah-tengah (tidak hanya memproduksi mobil konvensional-Red), Iceland sudah pakai mobil baterai, yah kan dia tidak ada industri otomotif. Dia tidak ada apa-apa di situ (tidak masalah untuk memproduksi mobil listrik-Red), rakyat-nya sedikit. Beda dengan Indonesia," ujar Ketua Umum Gaikindo Yohannes Nangoi di Gaikindo Indonesia Internasional Auto Show 2019, ICE BSD, Tangerang, Rabu (24/7/2019).

"Di tengah-tengah maksudnya kita kan penghasil mobil, semua pabrik kita adalah combustion saat ini. Satu hal lagi, combustion akan jelek sekali (ketatnya dampak terhadap lingkungan) kalau selanjutnya (ketergantungan) dia akan memerlukan fossil fuel," ungkap Nangoi.

Lebih lanjut Nangoi menjelaskan bahwa kebutuhan mobil listrik yang paling tepat saat ini adalah selain mobil murni listrik, yaitu Hybrid dan Plug in Hybrid. Sebab bila langsung loncat ke murni listrik Indonesia pun dirasa belum siap dari sisi infrastruktur.

"Mobil listrik bukan teknologi yang terlalu jauh, misalnya mobil listrik itu kan termasuk yang namanya hybrid. Kalau hybrid itu kan tidak perlu dicolokin, tinggal dijalankan saja bergantian saling mengisi," ujar Nangoi.

"Plug in Hybrid mungkin oke, karena kalau dalam kondisi terjelek dia bisa dipakai karena combustion engine-nya masih bisa jalan. Mobil pure listrik atau electric vehicle itu dikhawatirkan kalau infrastruktur belum terbentuk bahaya, karena kalau di tengah jalan kehabisan listrik bisa bubar nanti," sambungnya.

Hi-Ace Rasa Alphard Tak Dijual di Indonesia

Toyota Hi-Ace. Foto: Ridwan/detikOto
PT Toyota Astra-Motor (TAM) resmi melengkapi jajaran kendaraan komersial dengan menghadirkan HiAce Premio dalam gelaran Gaikindo Indonesia Internasional Auto Show 2019. Garis besar desain, sama dengan versi HiAce sebelumnya diperuntukkan untuk kalangan bisnis travel, kantor, dan pariwisata.

Di negara tetangga seperti Filipina dan Australia, HiAce memiliki wajah yang mirip dengan Toyota Alphard atau disebut Granvia. Direktur Pemasaran PT TAM Anton Jimmi mengatakan bahwa kebutuhan pasar di Indonesia, HiAce lebih menyasar ke sektor bisnis.

"Ya memang menyesuaikan demand di masing-masing market ya kebetulan negara lain mungkin di Thailand juga ada bahwa HiAce untuk passenger vehicles atau di Filipina misalnya," ungkap Anton di GIIAS, ICE-BSD, Tangerang.

"Kalau di Indonesia kebanyakan digunakan untuk commercial vehicle uses seperti travel, office dan lain-lain. Kalau pribadi kan kita punya Voxy, Alphard," sambungnya.

Lebih lanjut dengan kehadiran HiAce Premio yang dibanderol Rp 516,6 juta Toyota berharap dapat mendongkrak angka penjualan.

"Total HiAce kita ingin menjual kombinasi masing-masing 300 sampai 400 unit jadi mudah-mudahan HiAce yang premio ini bisa terjual mungkin di level minimal 70 sampai 100 unit," ungkap Anton.
Halaman 2 dari 6
(rgr/ddn)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads