Pemerintah Dinilai Plinplan Larang Transportasi Umum Saat pandemi

Pemerintah Dinilai Plinplan Larang Transportasi Umum Saat pandemi

Rizki Pratama - detikOto
Jumat, 15 Mei 2020 16:29 WIB
Kepala Korps Lalu Lintas Polri Inspektur Jenderal Istiono bersama dirjen perhubungan darat Budi Setiyadi melakukan inspeksi ke Terminal Pulo Gebang, Jakarta, Sabtu (9/5/2020).
Pemerintah tidak tegas larang perjalanan jarak jauh (Agung Pambudhy/detikOto)
Jakarta -

Pemerintah sudah mengeluarkan larangan mudik, namun kemudian muncul relaksasi untuk moda transportasi. Bandara yang penuh dan surat dokter palsu adalah efek buruknya.

Pergerakan manusia berpotensi membawa dan terpapar virus Corona. Mengurangi interaksi dan mobilitas pun menjadi upaya pencegahan yang paling direkomendasikan oleh ahli medis.

Sayangnya pemerintah tidak memiliki satu suara dalam mengakhiri pandemi virus Corona. Aturan melarang mudik selama PSBB saja berbenturan dengan aturan relaksasi operasional bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP), yang mana sebelumnya sudah dilarang beroperasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sebenarnya Pemerintah tegas tetap melarang mudik selama masa PSBB ini, namun ironisnya masih dikeluarkan aturan mudik yang diterbitkan oleh Pemerintah sendiri melalui Kementerian Perhubungan PM No 25 tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 1441 Hijriah dalam rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)," kata Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran), Deddy Herlambang.

Kelonggaran ini kemudian memunculkan masalah lain, karena sarana transportasi jarak jauh diizinkan beroperasi. Masyarakat mencerna pulang kampung atau mudik dapat dilakukan asal punya surat keterangan medis bahwa mereka negatif COVID-19.

ADVERTISEMENT

"Yang membedakan dalam konteks pulkam dan mudik adalah kebiasaan atau budaya pulkam biasanya kembali atau tidak kembali lagi sedangkan mudik pasti kembali lagi (ada balik). Namun kedua term budaya perjalanan itu telah menjebak masyarakat yang ingin melakukan mudik tapi dilarang," ujarnya.

"Sehingga Pemerintah akhirnya kembali tegas melarang mudik tetapi pemerintah juga melakukan relaksasi ( pelonggaran ) diizinkan mudik hanya untuk kegiatan bekerja dan kegiatan mengantar pasien sakit. Di lingkup ini pemerintah kembali blunder menggunakan istilah "mudik" yang diizinkan dengan syarat-syarat tertentu," imbuh Deddy.

Kelemahan pemerintah pun juga terlihat saat ada masyarakat yang mempermainkan istilah mudik dengan pulang kampung. Menurut Deddy pemerintah seharusnya menggunakan istilah perjalanan alih-alih mudik dalam aturannya.

"Istilah yang tepat adalah "perjalanan diizinkan meninggalkan/masuk dari/ke wilayah PSBB dengan syarat-syarat tertentu, jadi tidak menggunakan istilah "mudik" lagi sehingga masyarakat tidak mencari pembenaran lagi untuk melakukan kegiatan mudik," tuturnya.

Kondisi kisruh ini pun semakin kacau dengan semakin dekatnya hari raya idul fitri. Sangat sulit membendung perjalanan mudik atau pulang kampung ini apabila pemerintah tidak berani tegas dan satu suara melindungi warganya.

"Terlebih H-7 sebelum lebaran secara tradisi umumnya masyarakat mulai banyak melakukan mudik lebaran. Maka kita sangat berharap pemerintah untuk lebih siap dan sigap lagi untuk menghadapi banjirnya masyarakat yang ingin "mudik" atau yang lebih tepat meninggalkan wilayah PSBB terutama di bandara, stasiun dan terminal bus. Khusus perjalanan menggunakan bus perlu perhatian khusus selama PSBB ini karena tidak semua bus eksekutif berangkat dari terminal namun ada berangkat dari pool-pool/agen-agen bus," tutupnya.




(rip/din)

Hide Ads