Hal ini mungkin sah-sah saja, mengingat batas kecepatan tidak dilanggar peraturan jalan tol. Namun hal ini tidak layak dilakukan, karena dinilai tidak menghargai pengendara lain dan tidak berempati.
"Ini kembali lagi cerminan keselamatan yang memerlukan sikap, empati, dan lain-lain. Kemacetan di jalan itu bukan hanya karena infrastruktur saja atau populasi kendaraan, tetapi banyak pengemudi tidak tertib dan tidak menggunakan empati," kata Instruktur dan Founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), Jusri Pulubuhu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sehingga akhirnya yang terjadi adanya kendaraan yang pelan atau cepat, terpaksa orang harus zig-zag, belum lagi ada yang berhenti sembarangan. Pemerintah membuat aturan rekayasa berlalu lintas, seperti ganjil genap, contra flow, dan lain-lain, untuk bisa mengurai kemacetan," ucap Jusri.
Sehingga menurut Jusri, pengendara yang memilih untuk bisa berkendara pelan tidak memiliki empati dalam berkendara.
"Dan ini ada yang akal-akali dengan berjalan pelan untuk bisa lolos dari aturan ganjil-genap dan masuk ke gang-gang. Lemahnya empati jadi permasalahan kemacetan," ucap Jusri.
"Ini bagian-bagian pengendara tidak memiliki empati, kalau mereka tertib saya rasa dengan infrastruktur saat ini yang banyak pembangunan juga bisa nyaman. Karena dengan adanya pengendara yang berkendara pelan, ada yang ke kiri-kanan ada yang pelan di jalur cepat begitu juga sebaliknya. Kalau mau nyaman ya harus tertib aturan menggunakan empati, karena bisa mengganggu pengguna jalan lain, atau pengendara lain akan berkendara zig-zag. Ini yang bisa jadi pemicu kemacetan," tambah Jusri.
(lth/ddn)
Komentar Terbanyak
Jangan Kaget! Biaya Tes Psikologi SIM Naik, Sekarang Jadi Segini
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah