Isu Angker di Jalan Tol Cipularang hingga Pengemudi Doyan Ngebut

Round-Up

Isu Angker di Jalan Tol Cipularang hingga Pengemudi Doyan Ngebut

Tim detikcom - detikOto
Selasa, 03 Sep 2019 07:06 WIB
Isu Angker di Jalan Tol Cipularang hingga Pengemudi Doyan Ngebut
Foto: Dian Firmansyah/CNN Indonesia
Jakarta - Kecelakaan beruntun melibatkan puluhan kendaraan terdiri dari 7 truk, 11 kendaraan pribadi, dan 2 bus terjadi di tol Cipularang KM 91. Kecelakaan beruntun ini mengakibatkan 8 orang tewas dan 4 diantaranya terbakar.

Ini bukan pertama kali kecelakaan terjadi di sana. Serentetan kecelakaan sudah terjadi di tol Cipularang KM 90-an sehingga banyak yang mengaitkan dengan hal mistis dan menyebut daerah tersebut angker.

Di luar itu, faktor kelalaian pengemudi juga menjadi catatan tersendiri. Kontur jalan banyak yang menurun dan landai membuat pengendara lengah. Pengendara juga sering mengabaikan batas kecepatan dengan kendaraan melebihi kecepatan maksimal. Simak selengkapnya dalam rangkuman berita otomotif terpopuler berikut.
Jalan tol Cipularang KM 90-an sering disebut angker. Hal itu lantaran banyak terjadi kecelakaan di sekitaran ruas jalan tol tersebut. Di ruas jalan tersebut memang terdapat banyak turunan dan tikungan. Ruas jalan yang menikung dan menurun secara tak sadar membuat para pengendara lengah dan lalai. Kelalaian itulah yang kerap menyebabkan kecelakaan.

Dalam catatan detikcom, Andrie Koestyawan yang pernah menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Pelayanan Lalu Lintas Jasa Marga Tol Purbaleunyi pernah menyampaikan soal jalan tol Cipularang yang memiliki kontur menikung dan menurun. Bagi pengendara yang kurang hati-hati dan waspada bukan tidak mungkin kecelakaan dapat terjadi.

"Cipularang itu dibangun di dataran tinggi, sehingga turunan dan tikungan pasti ada. Turunan dan tanjakan sudah pasti ada. Nah, beberapa turunan sudah sangat landai, dan ini yang harus diwaspadai. Karena turunan landai dan panjang maka ada yang tidak menyadari sedang dalam kondisi turunan, maka jadi lengah," ungkap Andre kala itu.

"Kalau ada yang bilang angker, itu kan yang beredar di internet. Di mana ada yang suka menghubung-hubungkan. Tapi kan ada faktor yang secara ilmiah bisa menjelaskan, misal karena lelah, mengantuk, dan kendaraannya tidak memenuhi standar keamanan," tutur Andri.

Kali ini kecelakaan beruntun kembali terjadi di Tol Cipularang KM 91. Enam orang dinyatakan tewas karena terbakar akibat kecelakaan ini. Kecelakaan diduga berawal dari tergulingnya dump truck.

"Ada dump truck yang paling depan, terguling. Patut diduga kemungkinan dump truck terguling karena apa, menyebabkan belakangnya nyerempet," kata Kapolda Jabar Irjen Rudy Sufahriadi di lokasi, Senin (2/9/2019).

Sejumlah kendaraan terlibat kecelakaan beruntun di Tol Cipularang atau tepatnya di Km 91, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Pendiri dan Instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu mengatakan rata-rata memang pengguna jalan tol tersebut menggeber kendaraannya lebih dari batas kecepatan maksimal.

Jusri mengungkapkan sebelumnya pernah mencoba menggunakan speed gun atau kamera pengawas kecepatan di jalan tol usai kecelakaan yang menimpa istri dari Saipul Jamil.

"Karena saya ketika kecelakaan Saipul Jamil bersama rekan-rekan wartawan melakukan investigasi di satu titik pada tempat almarhumah istrinya Saipul Jamil kecelakaan itu. Saya sangat kaget dengan perilaku pengemudi di situ. Rata-rata, bersama tim Jasa Marga di situ, dikawal dengan mobil patroli. Kita membawa speed detector atau speed gun, kita lihat rata-rata pengendara larinya 100 km/jam padahal kecepatan maksimum adalah 80 km/jam," ucap Jusri kepada detikcom, Senin (2/9/2019).

Tidak hanya kendaraan penumpang, Jusri menemukan fakta lain ketika mengamati tol Cipularang di sekitar KM 90 tersebut. Pengemudi dengan kendaraan besar seperti truk yang membawa barang pun demikian, yakni tidak menggunakan engine brake atau memposisikan gigi dalam keadaan netral ketika memasuki turunan.

"Truk-truk yang jalan di situ tidak menggunakan engine brake, dari rata-rata 10 truk. Mungkin tujuh truk tidak menggunakan engine brake artinya dia lagi turun dia pasang persneling di netral sehingga dia melakukan pengereman sampai berasap. Saya tanya tanya kok bisa kencang banget tidak ada suara mesin. Saya tanya dengan petugas Jasa Marga yang mengawal kita 'Ya persneling-nya di netral semua'," kata Jusri.

Kembali Jusri mengingatkan bahwa kecelakaan di jalan tol seperti yang terjadi di Cipularang faktor terbesarnya adalah human error. Bila kondisi jalan dan infrastruktur adalah kontributor.

"Perilaku mengemudi itu menjadikan faktor utama dari penyebab kecelakaan sedangkan faktor lain seperti lingkungan, infrastruktur, kemudian pengemudi lain itu adalah faktor kontributor, kita sebagai pengemudi tidak bisa mengelola itu," kata Jusri.

"Yang bisa kita kelola adalah kita sendiri, apakah kita sudah tertib, apakah teknik mengemudi kita sudah benar, apakah kita kendaraan kita sudah siapkan," tegasnya.

Jalanan sekitar KM 90 Tol Cipularang kerap memakan korban. Tak jarang sering dikaitkan dengan hal-hal yang berbau mistis hingga dianggap angker. Meminjam istilahnya kecelakaan itu diawali dari pelanggaran, tidak hanya pelanggaran lalu lintas tetapi norma-norma safety.

Pendiri dan Instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu menepis anggapan tersebut. "Saya mengabaikan perspektif mistis, saya memberikan kacamata safety, waktu kecelakaan Saipul Jamil itu semua orang publik figur angkat bicara dari tokoh politik, sampai pelawak ikut semua berbicara, sampai penduduk setempat yang berbau dukun. Ini yang akhirnya jadi pembodohan bagi orang," kata Jusri kepada detikcom, Senin (2/9/2019).

"Perilaku mengemudi itu menjadikan faktor utama dari penyebab kecelakaan sedangkan faktor lain seperti lingkungan, infrastruktur, kemudian pengemudi lain itu adalah faktor kontributor. Kita sebagai pengemudi tidak bisa mengelola itu (faktor kontributor). Yang bisa kita kelola adalah kita sendiri, apakah kita sudah tertib, apakah teknik mengemudi kita sudah benar, apakah kita kendaraan kita sudah siapkan," jelas Jusri.

Jusri menjelaskan upaya pemerintah untuk mengurangi sosialisasi terkait keselamatan setiap pengguna jalan tol khususnya Cipularang kerap diabaikan. Hal inilah yang sebenarnya menjadi salah satu faktor penyumbang angka kecelakaan di jalan.

"Pertama sebagian sudah dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Jasa Marga pengelola tol dengan membuat bekerja sama dengan polisi atau Dishub dengan membuat papan-papan kampanye seperti rambu atau ada tulisan kalau capek letih, istirahat, kemudian jangan mengebut, kemudian (rambu) tikungan, tanjakan semuanya. Itu sudah cukup baik," ujar Jusri.

"Permasalahannya di sini bukan perlu lagi suatu gerakan lain dalam sosialisasi ini tetapi kembali kepada para pengemudi yang harus menyadari kecelakaan di jalan tol sangat rentan bagi para pengemudi. Jadi orang-orang yang ada di tol lebih rentan terlibat kecelakaan fatal dibandingkan orang-orang yang menggunakan jalan biasa sebab, jalan tol itu kecepatannya relatif tinggi," sambung Jusri

Jusri mengungkapkan penyumbang kecelakaan terbesar banyak pengguna jalan tol tidak memperhatikan aspek atau kecepatan aman. Sebab ketika kendaraan yang melewati ambang batas tinggi maka kendaraan itu akan sulit dikendalikan termasuk misalnya melakukan manuver pemberhentian, atau menghindar.

"Jauh lebih sulit dibandingkan jalan biasa. Karena kecepatan yang tinggi maka momentum kendaraan atau kecepatan massa itu besar, dan tidak mudah dikendalikan oleh steering atau rem," kata Jusri.

"Nah diharapkan para pengemudi harus cerdas, kedua harus tertib, tertib dengan aturan yang ada, kalau di situ 60 km/jam harus ikuti, kemudian di situ harus pindahkan gigi, ikutin," imbau Jusri.

Pendiri dan Instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu menyebutkan perilaku pengendara di tol Cipularang tak jarang menghiraukan norma keselamatan yang sudah ditetapkan di jalan. Hal ini ia temukan beberapa waktu yang lalu saat melakukan investigasi menggunakan speed gun atau kamera pengawas kecepatan usai kecelakaan yang dialami istri dari Saipul Jamil.

"Karena saya ketika kecelakaan Saipul Jamil bersama rekan-rekan wartawan melakukan investigasi di satu titik pada tempat almarhumah istrinya Saipul Jamil kecelakaan itu. Saya sangat kaget dengan perilaku pengemudi di situ. Rata-rata, bersama tim jasa marga di situ, dikawal dengan mobil patroli. Kita membawa speed detector atau speed gun, kita lihat rata-rata pengendara larinya 100 km/jam padahal kecepatan maksimum adalah 80 km/jam," ucap Jusri kepada detikcom, Senin (2/9/2019).

Tidak hanya kendaraan penumpang, Jusri menemukan fakta lain ketika mengamati tol Cipularang di sekitaran KM 90 tersebut. Pengemudi dengan kendaraan besar seperti truk yang membawa barang pun demikian, yakni tidak menggunakan engine brake atau memposisikan gigi dalam keadaan netral ketika memasuki turunan.


"Truk-truk yang jalan di situ tidak menggunakan engine brake, dari rata-rata 10 truk. Mungkin tujuh truk tidak menggunakan engine brake artinya dia lagi turun dia pasang persneling di netral sehingga dia melakukan pengereman sampai berasap. Saya tanya tanya kok bisa kencang banget tidak ada suara mesin. Saya tanya dengan petugas Jasa Marga yang mengawal kita 'Ya persneling-nya di netral semua'," kata Jusri.

Lebih lanjut Jusri menceritakan, banyak pengemudi saat ditanyai di rest area melakukan hal tersebut untuk menghemat bahan bakar.

"Dalam orientasi efisiensi ekonomi, dia menetralkan persneling supaya terjadi penghematan bahan bakar solar mereka. Mereka tidak memikirkan dampak keselamatan mereka," ujar Jusri.

Padahal perilaku tersebut justru bisa membahayakan pengendara lain. Apalagi daya redam pengereman akan berkurang karena bekerja lebih berat. "Beban kerja rem kan jadi berat dan akan mengakibatkan rem blong, bahkan diawali dengan penyusutan kemampuan rem, sehingga jarak kemampuan rem menurun," ujar Jusri.

Sebelumnya, sejumlah kendaraan terlibat kecelakaan beruntun di Tol Cipularang atau tepatnya di Km 91, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Data terbaru yang disampaikan Kapolres Purwakarta AKBP Matrius menyebutkan tercatat 8 orang meninggal dunia akibat insiden kecelakaan maut tersebut. Selain itu 4 orang luka berat dan 16 orang luka ringan. Diduga, kecelakaan ini berawal dari tergulingnya dump truck. Penyelidikan soal penyebab kecelakaan masih dilakukan.

Beny, saksi mata yang kendaraannya juga terlibat tabrakan beruntun ini, menceritakan detik-detik kecelakaan maut tersebut. Ia di dalam mobil dari arah Bandung menuju Jakarta, Senin (2/9/2019) siang.

Lelaki tersebut menyebut satu dump truk yang melaju menabrak mobil di sampingnya, lalu mobil itu yang tertabrak truk tersebut membentur kendaraannya. "Kita posisi sebelah kanan, lalu ada dump truk, enggak tahu blong atau bagaimana, menghantam mobil sebelah kiri," kata Beny di tempat kejadian.

Mobil tersebut hilang kendali usai tertabrak truk. "Mobil sebelah kiri itu menghantam mobil kita," ucap Beny.

Sejumlah kendaraan terlibat kecelakaan beruntun di Tol Cipularang atau tepatnya di Km 91, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Pendiri dan Instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu mengatakan rata-rata memang pengguna jalan tol tersebut menggeber kendaraannya lebih dari batas kecepatan maksimal.

Jusri mengungkapkan sebelumnya pernah mencoba menggunakan speed gun atau kamera pengawas kecepatan di jalan tol usai kecelakaan yang menimpa istri dari Saipul Jamil.

"Karena saya ketika kecelakaan Saipul Jamil bersama rekan-rekan wartawan melakukan investigasi di satu titik pada tempat almarhumah istrinya Saipul Jamil kecelakaan itu. Saya sangat kaget dengan perilaku pengemudi di situ. Rata-rata, bersama tim jasa marga di situ, dikawal dengan mobil patroli. Kita membawa speed detector atau speed gun, kita lihat rata-rata pengendara larinya 100 km/jam padahal kecepatan maksimum adalah 80 km/jam," ucap Jusri kepada detikcom, Senin (2/9/2019).

Tidak hanya kendaraan penumpang, Jusri menemukan fakta lain ketika mengamati tol Cipularang di sekitaran KM 90 tersebut. Pengemudi dengan kendaraan besar seperti truk yang membawa barang pun demikian, yakni tidak menggunakan engine brake atau memposisikan gigi dalam keadaan netral ketika memasuki turunan.

"Truk-truk yang jalan di situ tidak menggunakan engine brake, dari rata-rata 10 truk. Mungkin tujuh truk tidak menggunakan engine brake artinya dia lagi turun dia pasang perseneling di netral sehingga dia melakukan pengereman sampai berasap. Saya tanya tanya kok bisa kencang banget tidak ada suara mesin. Saya tanya dengan petugas Jasa Marga yang mengawal kita 'Ya perseneling-nya di netral semua'," kata Jusri.

Kembali Jusri mengingatkan bahwa kecelakaan di jalan tol seperti yang terjadi di Cipularang faktor terbesarnya adalah human error. Bila kondisi jalan dan infrastruktur adalah kontributor.

"Perilaku mengemudi itu menjadikan faktor utama dari penyebab kecelakaan sedangkan faktor lain seperti lingkungan, infrastruktur, kemudian pengemudi lain itu adalah faktor kontributor, kita sebagai pengemudi tidak bisa mengelola itu," kata Jusri.

"Yang bisa kita kelola adalah kita sendiri, apakah kita sudah tertib, apakah teknik mengemudi kita sudah benar, apakah kita kendaraan kita sudah siapkan," tegasnya.

Belasan kendaraan terlibat kecelakaan beruntun di Tol Cipularang KM 91. Kecelakaan tersebut mengakibatkan enam kendaraan terbakar dan juga korban meninggal dan luka-luka. Polisi hingga saat ini belum menjelaskan lebih detil soal penyebab kecelakaan.

Tapi perlu diingat ya detikers, kecelakaan beruntun memang rentan terjadi di jalan tol. Pendiri Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu pernah menyampaikan banyak pengendara yang kerap mengabaikan bahaya ketika melintas di jalan tol.

"Perlu diingat, ketika kita di jalan bebas hambatan atau tol, bukannya kita lebih aman tapi jauh lebih berbahaya. Karena semua kecepatan kendaraan disana itu tinggi sekali, sedangkan kalau di jalan biasa kan kebanyakan kondisi stop and go. Sehingga kejadian kecelakaan beruntun memang lebih rentan terjadi di tol," ungkap Jusri beberapa waktu lalu.

Kecelakaan beruntun kerap terjadi di jalan tol. Faktornya pun beragam, namun biasanya kecelakaan terjadi akibat kecerobohan dari pengguna jalan itu sendiri.

"Kecelakaan itu adalah gagalnya strategi, keselamatan itu bukan it's a matter of good luck. Keselamatan itu strategic semuanya terencana, jadi kecelakaan itu bukan apes, itu yang harus dirubah paradigma masyarakat," ungkap Jusri.

"Orang yang mengalami kecelakaan karena gagal mengantisipasi. Mungkin karena meremehkan bahaya, meremehkan aturan atau dia tidak fokus, melakukan pekerjaan lain ketika berkendara misalnya menggunakan hp. Jadi penyebab kecelakaan itu banyak sekali," pungkas Jusri.


Hide Ads