Lebih rinci, dalam Pasal 8 ayat (1) a dikatakan bahwa kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, beroda dua dan/atau tiga, harus memiliki TKDN sampai minimum 40 persen antara tahun 2019 sampai 2023. TKDN ini harus ditambah terus setiap tahunnya hingga menyentuh nilai 80 persen pada 2026.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Soal besaran kewajiban menanamkan komponen lokal di produk motor listrik, Sutjipto mengatakan hal itu sangat bergantung dari besarnya permintaan pasar. "Ini bisa berjalan atau nggaknya tergantung dari jumlah unit yang beredar," katanya.
"Investasi kan directly berhubungan dengan jumlah unit diproduksi. Kalau unit terjual tidak banyak, saya rasa berat untuk investasi pabrik parts-nya," jelasnya lagi.
Lalu bagaimana caranya supaya motor atau mobil listrik bisa diterima masyarakat Indonesia? Menurut Sutjipto, insentif adalah kuncinya.
"Kalau di China itu kan, misal masuk ke dalam kota harus pakai kendaraan listrik. Atau bisa juga dengan cara menggratiskan parkir. Jadi kalau begitu kan secara penjualan akan berkembang," katanya.
"Contoh lain kalau di Amerika Serikat itu di setiap hotel dan mall itu pasti ada tempat charging kendaraan listrik. Jadi tidak ada kesulitan, kita butuh dukungan seperti itu," pungkasnya.
(lua/ddn)
Komentar Terbanyak
Jangan Kaget! Biaya Tes Psikologi SIM Naik, Sekarang Jadi Segini
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah