Dalam sebuah penelitan Persepsi Konsumen terhadap Kenaikan Tarif Ojek Online di Indonesia oleh Research Institute of Socio-Economic Development (RISED), menemukan fakta bahwa pengguna transportasi online lebih memilih untuk mencari alternatif transportasi lain yang lebih murah seperti angkot.
"Fakta di lapangan yang saya cek kepada beberapa penumpang, mereka sekarang beralih ke angkot karena biasanya dalam jarak 40km biasanya bayar 23 ribu sampai 27 ribu sekarang mereka harus bayar Rp 40 ribu ini kan kenaikan 2x lipat. Jadi secara teori di lapangan mereka mengalami hampir 100 persen kenaikan dari tarif itu," papar Ekonom Universitas Indonesia, Fithra Faisal dalam konferensi pers mengenai hasil survey bersama RISED di Cikini, Jakarta Pusat, Senin (6/5/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karakter dari konsumen ini, 48 atau bahkan 50 persen lebih itu pendapatannya di bawah Rp 2.500.000 atau RP 2.800.000. Di antara pendapatan 2,5 juta sampai 7 juta itu kurang lebih 70 persennya. Nah ini kan kelompok pendapatan menengah ke bawah. Terkait kenaikan harga mereka jauh lebih tidak bisa menerima apalagi kalau masih ada faktor komponen substitusinya," lanjut Fithra.
Baca juga: 75% Orang Indonesia Tolak Tarif Ojol Naik |
Dengan beralihnya para pengguna ojek lain ke angkot atau berjalan kaki untuk jarak dekat, Fithra menyebabkan penurunan penumpang.
"Konsekuensinya ada penurunan potensi penumpang sebagaimana beberapa ojek online yang saya temui, mereka biasanya bisa sampai 17 penumpang per hari sekarang tinggal 10. Konsumen akan adaptasi selama sebulan atau dua bulan kemudian mereka akan menemukan transportasi yang lain," tutupnya.
Kenaikan Tarif Ojol Menguntungkan Mitra Pengemudi?:
(rip/dry)
Komentar Terbanyak
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah
Kenapa Sih STNK Tak Berlaku Selamanya dan Harus Diperpanjang?