Biodiesel sendiri merupakan bahan bakar yang tak lagi menggunakan minyak berbasis fosil. Dengan B100, berarti bahan dasar biodiesel itu dari yang lebih terbarukan seperti jagung, kelapa sawit atau lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemakaian biodiesel sudah kita mulai dengan produksi B20 akan lanjut ke B100 sehingga ketergantungan fosil akan dikurangi dari tahun ke tahun," sambungnya.
Tapi, biodiesel B20 yang sudah diterapkan saat ini memiliki dampak untuk kendaraan yang menggunakannya. Salah satunya adalah membuat filter solar jadi lebih cepat kotor. Berikut ulasan beritanya.
Memperpendek Usia Filter Solar
Foto: Tim Infografis: Luthfy Syahban
|
Namun secara teknis, penggunaan biodiesel di mesin kendaraan bisa memperpendek usia filter solar. Jadi pengusaha harus mengeluarkan biaya lebih untuk penggantian filter.
Menjawab kekhawatiran pengguna bus atau truk beberapa merek truk/bus sudah menggunakan double filter agar mengurangi jelaga di mesin kendaraan. Produsen juga sudah memberikan kepastian kalau penggunaan B20 tidak akan menggugurkan garansi.
Produsen juga memberikan beberapa saran kepada pengguna bus dan truk untuk memeriksa ketinggian oli mesin dengan dipstick secara rutin sebelum memulai menghidupkan mesin, mengecek water sedimentor secara berkala, mengganti filter solar secara berkala sesuai dengan buku panduan pemilik kendaraan, mengecek kondisi tangki bahan bakar, membersihkan dan melakukan penirisan tangki bahan bakar jika diperlukan.
Campuran bahan Fatty Acid Methyl Ester (FAME) pada bahan bakar menyebabkan lebih singkatnya umur pemakaian filter solar pada mesin diesel. B20 yang digunakan saat ini menghasilkan cairan residu berupa gel yang menutup saringan sehingga mengurangi tenaga dari kendaraan bermesin diesel.
"Filter solar akan lebih cepat jika umurnya dengan pencampuran FAME (yang) memunculkan gel yang menutup saringan, jadi power berkurang," ujar Direktur Penjualan dan Promosi PT Hino Motors Sales Indonesia (HMSI), Santiko Wardoyo saat ditemui beberapa waktu lalu.
Santiko menambahkan frekuensi pergantian filter solar terhadap penggunaan bahan bakar B20 menjadi lebih sering dua kali lipat. Hal ini akan membebani konsumen kendaraan komersil dalam biaya perawatan unit mereka. "Umurnya berkurang separuh yang biasanya 20 ribu km jadi 10 ribu km ganti filternya," lanjut Santiko.
Dari permasalahan tersebut, Santiko berharap pemerintah melakukan perbaikan dalam campuran B20 agar lebih bersahabat terhadap mesin kendaraan diesel. "Kita harap pemerintah melakukan pencampuran yang lebih baik, akan ada dampak positif," katanya.
Pabrikan Otomotif Butuh Waktu untuk Terapkan B100
Biosolar. Foto: Achmad Dwi Afriyadi
|
"Kita mendukung semua rencana pemerintah baik itu B20, B30 sampai B100. Kita mendukung, kalau kebaikan negara ini. Tapi yang pasti kita butuh waktu untuk mendevelop teknologinya," ucap Head of marketing Communication IAMI, Puti Annisa Moeloek, kepada detikOto.
Sebagai catatan, saat ini Isuzu sudah memiliki teknologi yang membuat kendaraan diesel-nya bisa mengkonsumsi bahan bakar B20.
"Isuzu pakai B20 saja bisa, tapi kita kan belum tahu B100 itu seperti apa. Tapi kita butuh waktu mempelajari dahulu, dan kita kaji dulu, jadi tidak bisa langsung (langsung menerapkan B100 secara instan-Red)," ujarnya.
Puti menjelaskan, jika memang pemerintah memang serius untuk mengembangkan bahan bakar B100, Isuzu siap duduk bersama untuk membicarakan kelanjutan dan realisasi B100.
"Untuk bisa melahirkan satu teknologi, ini tidak dalam waktu cepat. Karena kita harus menambah investasi. Dan jika memang pemerintah serius, ayo kita pelajari bersama-sama," tambah Annisa.
Pakai B100, Mesin Diesel 'Kiamat'?
Foto: Tim Infografis: Luthfy Syahban
|
"Menurut saya, bukan sebagai anggota tim kampanye dari kubu mana pun, kalau sampai biodiesel sampai 100 persen dilakukan, mesin diesel pasti kiamat. Mau teknologi apa pun pasti teknologi tidak bisa," ujar Kurnia kepada detikOto melalui sambungan telepon, Senin (18/02/2019).
Menurutnya B100 bisa lebih ke arah penggunaan tenaga terbarukan bioetanol. "Bisa dicek negara mana yang bio dieselnya sampai 20, sementara yang bionya tinggi itu bioetanol. Mungkin arahnya ke sana," kata Kurnia.
Kurnia mengungkapkan sebagai pemilik bus dirinya juga masih menemukan masalah soal penggunaan B20 terhadap armadanya, apalagi bila tidak apik soal perawatan. Ia menaruh perhatian dengan lebih sering mengganti filter BBM.
"Karena dengan B20 saja sudah banyak konsekuensi yang kita tanggung. Bisa mempengaruhi umur sistem pembakaran," kata Kurnia.
"Efek jangka panjangnya kalau hanya dicuci saja dan tidak diganti bisa mengakibatkan komponen ruang bakar cepat aus. Seperti injector, ring piston bahkan kemungkinan valve (katup) juga bisa terjadi kerusakan," urai Kurnia.
Pakai BiodieselΒ Tanpa Rawat Kendaraan, Tenaga Mesin Ngedrop
Biodisesel, B100. Foto: Tim Infografis: Luthfy Syahban
|
Sifat B20 yang lebih kental dan kotor dibanding solar seperti diungkapkan Kurnia mempengaruhi masa pakai komponen saringan bahan bakar. Lebih jauh, Kurnia mengatakan bahwa dampak serupa bisa terjadi pada injektor alias penyemprot bahan bakar di mesin.
"Jadi menyebabkan penggunaan filter BBM lebih tinggi. Nah efek jangka panjangnya kalau hanya dicuci saja dan tidak diganti bisa mengakibatkan komponen ruang bakar cepat aus, seperti injector, ring piston bahkan kemungkinan valve (katup) juga bisa terjadi hal serupa," ujar Kurnia.
Gejala awal yang terasa bila filter BBM harus diganti adalah ketika tenaga dari mesin sudah mulai kendur alias kurang nendang. "Terkadang ketika ada masalah di jalanan, tenaganya ngedrop atau low power. Itu dibersihkan dulu filternya, baru diganti ke stasiun berikutnya," kata Kurnia.
Setelah menggunakan B20, Kurnia menjelaskan penggantian filter bisa menjadi lebih cepat dari panduan servis.
"Penggantian filter solar dari rekomendasi diler servis itu setiap 15.000 km, ketika menggunakan bahan bakar B20 ini kadang-kadang di 5.000 km atau 10.000 sudah nge-blok," tutur Kurnia.
"Jadi tidak bisa mengikuti ekspektasi di 15.000 km diganti, biaya tergantung merek kalau Scania atau Mercy itu (filter BBM) sekitar Rp 500 ribuan," kata Kurnia.
Jalani Dulu B30
SPBU yang Mulai Jual Biodiesel 20%. Foto: Achmad Dwi Afriyadi
|
"Sekarang-kan B20, pemerintah sudah mengarah B30, jadi kita jalani dulu. Untuk komentar B100 saya belum bisa kasih komentar apa-apa, karena tahun ini baru tes bahan bakar B30. Dan ini, sedang kita ingin jalani dengan Departemen Perindustrian," ujar Duljatmono.
"Jadi untuk B100 saya belum tahu, seperti apa, spesifikasinya seperti apa," tambahnya.
Duljatmono juga menambahkan, jika memang benar-benar sudah ada bahan bakar B100, Pemerintah harus memberi kesempatan kepada para produsen untuk melakukan pengujian, agar bahan bakar ini bisa diserap dengan baik oleh para pabrikan.
"Tapi pengujian juga perlu jika sudah ada B100-nya, bisa atau nggaknya. Tapi saat ini belum bisa kasih komentar, kita bertahap dahulu saja, seperti rencana sekarang untuk pengujian B30. Kalau ada perubahan lagi, perlu didiskusikan terlebih dahulu, detail B100 seperti apa, gambaran apa, spesifikasi bahan bakarnya seperti apa," ujarnya.
"Terus terang ini perlu para ahli dan pelaku otomotif, karena perlu dibicarakan dan diskusi terlebih dahulu," tambahnya.
Halaman 2 dari 6
Komentar Terbanyak
Dicari! 3 detikers Yang Mau Diajak Keliling Naik Helikopter!
Pelajaran dari Kasus Denza Sengaja Mundur Tabrakkan Mobil di Belakang
Spesifikasi Mobil Rp 5,1 Miliar di Garasi AHY