Hemat Banget! Pakai Mobil Hybrid di Bandung Bisa Tembus 56,7 km/l

Hemat Banget! Pakai Mobil Hybrid di Bandung Bisa Tembus 56,7 km/l

Rangga Rahadiansyah - detikOto
Selasa, 07 Agu 2018 15:19 WIB
salah satu mobil hybrid di Indonesia. Foto: Ruly Kurniawan
Tangerang - Pemerintah Indonesia mengajak kalangan akademisi untuk melakukan kajian soal mobil ramah lingkungan. Terdapat beberapa jenis mobil yang diuji dan dibandingkan, yaitu mobil bermesin konvensional, mobil hybrid, dan mobil plug-in hybrid (yang menggabungkan mesin bakar dan motor listrik tapi bisa dicas).

Agus Purwadi Kepala Program Kendaraan Elektrik Indonesia dari Institut Teknologi Bandung mengatakan, pihaknya sudah melakukan studi di Bandung. Hasil sementara, mobil hybrid dan plug-in hybrid bisa menekan konsumsi bahan bakar dan mengurangi emisi gas buang.


"Rata-rata konsumsi bahan bakar mobil bermesin bakar 10,2 km/liter, hybrid 22,7 km/liter dan plug-in hybrid sangat mengejutkan, cukup tinggi mencapai 56,7 km/liter," kata Agus dalam acara Gaikindo International Automotive Conference di arena GIIAS 2018 di ICE, BSD, Tangerang, Selasa (7/8/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jika dikalkulasi konsumsi bahan bakar setahun dengan jarak tempuh 10.000 km, maka mobil hybrid bisa mengurangi konsumsi bahan bakar sampai 45 persen, dan mobil plug-in hybrid bisa menekan konsumsi BBM sampai 82 persen. Hal ini sejalan juga dengan penekanan emisi CO2.

Di sisi lain, dengan asumsi yang sama yaitu setahun dengan jarak tempuh 10.000 km, kendaraan bermesin bakar menyumbang CO2 sebesar 2.287 kg/tahun. Dengan adanya elektrifikasi, kendaraan hybrid bisa mereduksi CO2 sampai 55 persen menjadi 1.024 kg/tahun. Sementara untuk plug-in hybrid yang daya listriknya bisa diisi dengan dicolok di sumber listrik rumahan, reduksinya hanya 65 persen dibanding kendaraan konvensional.


"Reduksinya tidak terlalu signifikan kalau dibandingkan dengan reduksi konsumsi bahan bakarnya. Kalau fuel consumption kan reduce 85 persen, kalau emisi 65 persen, karena (pembangkit) listrik kita masih pakai batu bara. Tapi itu lebih mudah dikontrol dibandingkan dengan mobil yang jutaan titik dibandingkan (pembangkit) yang satu titik. Pembangkitnya memang ke arah dekarbonisasi mau tidak mau, harus renewable, mulai panas bumi, air, harus dimanfaatkan," kata Agus. (rgr/dry)

Hide Ads