Instruktur dan Founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu mengatakan, tes psikologi itu memang sudah sesuai amanat Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Peraturan Kapolri No. 9 tahun 2012 tentang Surat Izin Mengemudi. Tapi, menurut Jusri, ada yang lebih urgent ketimbang menerapkan tes psikologi.
"Dari sisi urgent, menurut saya ini (tes psikologi) ditunda dulu. Karena ada komponen-komponen urgent berdasarkan amanat undang-undang atau perkap (peraturan Kapolri) yang lebih penting. Yaitu praktik kedua," kata Jusri kepada detikOto, Kamis (21/6/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yang dimaksud praktik kedua ini adalah praktik mengemudi di jalan raya setelah lulus praktik di lingkungan tertutup di Satpas. Selama ini memang ujian praktik membuat SIM hanya dilakukan di lingkungan tertutup, yaitu di lapangan praktik di Satpas penerbitan SIM.
"Tujuannya (praktik di jalan umum) lebih banyak. Di jalan raya kan kondisi nyata. Tujuannya antara lain pengendalian emosi, ketertiban, empati, berbagi, kemampuan mengemudi defensive driving, pengendalian emosi, dan lain-lain," ujar Jusri.
"Bukan saya nggak setuju (dengan tes psikologi), saya setuju. Tapi prioritasnya masih banyak. Amanat undang-undang yang dituangkan pada perkap itu masih ada yang harus dilaksanakan, urgensinya lebih tinggi, yaitu praktik kedua," sebutnya.
Dalam Peraturan Kapolri No. 9 tahun 2012 tentang Surat Izin Mengemudi memang sudah diatur soal ujian praktik kedua di jalan raya. Pada Pasal 60 ayat 2 tertulis, Ujian Praktik II dilaksanakan di jalan umum.
(rgr/ddn)
Komentar Terbanyak
Memang Tak Semua, tapi Kenapa Pengguna LCGC Suka Berulah di Jalan?
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah