Seperti yang disampaikan Wakil Kepala Bidang Penelitian Lembaga Penelitian Ekonomi Manajemen Universitas Indonesia (LPEM-UI), Kiki Verico, hal tersebut dapat terjadi karena transportasi online dirasa kebanyakan orang mempermudah mobilitasnya sehari-hari.
Baca juga: Motor Sah Jadi Angkutan Umum? |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itulah yang membuat orang pada akhirnya tidak berpikir untuk membeli tambahan kendaraan. "Jadi insentif punya mobilnya makin sedikit," kata Kiki.
Lanjut Kiki mengatakan, tren tersebut bukan hanya terjadi di Indonesia. Hampir di seluruh dunia perkembangan tren ekonomi digital seperti transportasi online mempengaruhi keinginan orang untuk membeli kendaraan kedua atau ketiga.
"Nah ini sebetulnya dasarnya adalah technoligical distraction yang terjadi di Indonesia dan seluruh dunia sebetulnya sih bahwa digital ekonomi ini membuat hidup orang semakin mudah dan orang semakin kurang berpikir untuk memiliki barang," lanjutnya.
"Di Jepang sekarang juga terjadi seperti itu, anak-anak muda di Jepang kan itu sudah less insentif untuk memiliki kendaraan kedua dan ketiga, karena mereka kan formalkan (orang yang punya pendapatan tetap), bisa memiliki kendaraan kedua dan ketiga, kenapa? Dia cukup satu saja karena dia pakai kendaraan cukup Sabtu dan Minggu sama keluarganya, Senin sampai Jumat mereka pakai online, jadi itu yang mempengaruhi," tambah Kiki.
Bahkan bukan hanya masalah transportasi dari mulai tempat tinggal sampai beli makanan pun banyak yang menggunakan jasa online, karena kemudahan tersebut.
"Sekarang mau sewa apartemen apa segala macam itu gampang sekali, kemudian transportasi ada transportasi online, kemudian beli makan juga, akhirnya orang tuh memiliki barang berkurang, termasuk kendaraan tadi," papar Kiki. (khi/rgr)
Komentar Terbanyak
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah